Tuesday, September 30, 2014

Sekedar pencerahan

Sebagai manusia yang punya hati, kita kadang dihadapkan pada perasaan tidak berharga. Rasa ini bisa muncul karena berbagai hal. Ia bisa disebabkan oleh kegagalan, atau ketika kita merasa gak punya apa-apa. Itu semua bisa membuat kita merana. Nah, biar bangkit dari perasaan gak berguna, ada beberapa hal yang patut kita genggam dalam semangat sebagai berikut :

1. Ingatlah Bahwa Takdir yang Kita Miliki Tidak Layak Dibandingkan
Terlepas dari apa yang dimiliki, kita semua adalah manusia yang sudah memiliki garis hidupnya masing-masing. Tidak adil rasanya jika hanya membandingkan hasil yang didapat, tanpa pernah tahu proses macam apa yang dilalui dibaliknya. Membandingkan takdir kita dengan jalan hidup orang lain hanya akan memperdalam rasa kecewa dan ketidakpuasan.

2. Kegagalan Justru Jadi Bukti Bahwa Kita Sudah Berani Mencoba
Kegagalan adalah bukti bahwa kita sudah berani mencoba berbuat sesuatu. Saat sedang dihadapkan pada kegagalan, cobalah yakinkan diri sendiri bahwa tidak berhasilnya diri kita saat ini justru akan membuka pintu kesempatan yang lain. Alih-alih merasa terpuruk, kita harus merasa bangga karena kini gagal. Kalau gak pernah gagal artinya kita juga gak pernah mencoba apapun dalam hidup.

3. Ketakutan Itu Kadang Cuma Ada Di Pikiran kita Saja
Pikiran kita terkadang bisa sangat menipu, terlebih pikiran-pikiran yang negatif. Seringkali, apa yang kita cemaskan itu sebenarnya gak nyata; semua cuma ada di pikiran kita saja. Daripada menghabiskan energi untuk memikirkan hal negatif yang belum tentu nyata adanya, kenapa kita tidak melawan ketakutan dan memberanikan diri menghadapi kenyataan.

4. Tanpa Disadari, Kita Sudah Memiliki Lebih Dari Apa yang Kita Butuhkan
Belajarlah bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini. Ketika kita merasa orang lain mempunyai apa yang gak kita miliki, kenapa gak berpikir bahwa kita memiliki apa yang gak dimiliki orang lain. Saat kita mengeluh pekerjaan kita membosankan, ingatlah di luar sana ada orang yang rela menukarkan apapun agar bisa memiliki profesi yang sedang kita lakoni. Waktu kita merasa pencapaian kita kurang memuaskan, ingatlah orang-orang yang bahkan belum tahu apa yang harus ia capai dalam hidup.
Tiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dan, percayalah bahwa Tuhan sudah menyediakan segala yang kita butuhkan. Yang perlu kita lakukan adalah menyadari dan mensyukurinya.

5. Hanya Berfokus Pada Kekurangan Sama Saja Dengan Membunuh Diri kita Pelan-Pelan
Kebanyakan orang yang merasa dirinya gagal dan gak berguna itu melupakan satu hal yang penting : kita juga punya banyak kelebihan. Tuhan telah menciptakan manusia secara unik dengan talentanya masing-masing. Ketika kita merasa gak berguna karena gagal melakukan sesuatu, percayalah masih banyak hal lain yang bisa kita lakukan dengan baik.

6. Kita Hidup Saat Ini, Bukan Kemarin Atau Nanti
Ketika kita merasa terpuruk karena hal-hal yang kita lakukan di masa lalu, atau karena kita merasa takut dengan masa depan, ingatlah satu hal : kita hidup pada saat ini. Masa lalu adalah bab yang gak bisa kita ubah lagi, betapapun besar kita menyesalinya. Sementara, masa depan adalah misteri; ia gak akan bisa menjadi lebih baik kalo kita gak berubah. Satu hal yang harus kita lakukan untuk menyongsong anak tangga kehidupan selanjutnya adalah menerima keadaan sekarang. Berdamailah dengan diri kita, dan syukuri apa yang ada pada diri kita. Dengan begitu, barulah perjalanan kita ke depan bisa lebih tentram, memuaskan, dan bermanfaat.

7. Sekuat Apapun Berusaha, Ada Hal-Hal yang Memang Tidak Bisa Kita Ubah
Masalah dan cobaan yang datang pada kita punya tujuan untuk mengubah menjadi pribadi yang lebih baik. Kita bisa mengendalikan bagaimana cara kita bertindak menghadapi suatu masalah. Kita bisa mengendalikan diri untuk memulai kebiasaan-kebiasaan yang bisa menjadikan orang yang lebih baik. Tetapi kita juga harus menyadari bahwa ada hal-hal yang memang tidak bisa diubah. Masa lalu contohnya. Masa lalu memang jadi hal yang harus diterima. Ia sudah lewat, tapi kita bisa mengubah diri saat ini untuk mejadikan hari esok lebih baik.

8. Yakinilah Bahwa Setiap Keberadaan Selalu Mempunyai Makna
Lalat punya peran sebagai pengurai benda-benda organik yang membusuk. Kumbang bermanfaat untuk membantu penyerbukan pada bunga. Bahkan, debu pun memiliki peran untuk menurunkan titik hujan. Sebagai manusia, hidup kita pun punya tujuannya sendiri. Jangan pernah merasa bahwa kita itu gak punya makna, karena menjadi bermakna itu bisa datang dengan berbagai cara.

9. Kita Bukanlah Orang yang Paling Merana. Masih Ada Kebaikan yang Bisa Kita Sebarkan Pada Sesama
Saat kita merasa gak berguna, sadarilah bahwa masih banyak orang yang gak seberuntung diri kita. Mereka sedang berjuang dengan cara masing-masing. Makanya, saat kita merasa kekurangan cinta, bagikanlah kebaikan. Dengan memberi, kita akan sadar bahwa sebenarnya ada banyak hal yang bisa kita syukuri dari dirimu. Ucapan terima kasih dan senyum tulus dari orang-orang yang kita bantu akan membuka mata : sebenarnya kita gak pernah kekurangan cinta.

10. Ketahuilan Bahwa Kita Adalah Insan yang Luar Biasa
Ya, ini bukanlah perkataan yang mengada-ada. Kita memang pribadi yang luar biasa dengan talenta dan keunikannya sendiri. Jadi, ingatlah sembila poin di atas dan jangan sia-siakan diri kita untuk meratapi kegagalan dan kekurangan. Kita bisa bangkit dengan kaki sendiri, melakukan banyak hal dengan kelebihan yang kita punyai, dan menjadi lebih positif dengan kebaikan yang kita sebarkan. Kita itu istimewa.

Diambil dari Mirza Wibisono

Tidak pernah ada orang dermawan jatuh miskin

 Barangkali banyak orang menimbang-nimbang kalau ingin menyumbang. Namun, pemilik Grup Mayapada Dato Seri Tahir malah bersikap sebaliknya. Dia berderma tanpa beban.

Dia sangat percaya tidak ada orang jadi miskin atau pengusaha bangkrut lantaran rajin beramal. "Belum pernah saya dengar orang berbuat sosial lalu bangkrut," kata Tahir saat ditemui Selasa siang lalu di kantornya, lantai 1 Bank Mayapada, Menara Mayapada.

Dengan jas hitam dibiarkan terbuka, Tahir menjawab semua pertanyaan soal kegiatannya sebagai filantropis.

Sebagai orang serba berkecukupan, beramal itu sebuah kewajiban atau kebutuhan?

Bagi saya keharusan sebagai bagian dari ibadah saya.

Apa yang membuat Anda termotivasi untuk terus berderma?

Saya lahir di sebuah keluarga boleh dikatakan miskin karena orang tua saya pembuat becak dan menyewakan becak. Jadi kita terima setoran tiap hari dari penarik becak. Satu hari ada penarik becak tidak bayar setoran. Ibu saya mengomel. Penarik becak itu lalu melempar ibu saya pakai batu dan kepalanya bocor.

Waktu saya kecil, saya menyaksikan bagaimana orang nggak mampu itu tertindas. Saya merasa orang tua saya, termasuk keluarganya, diremehkan. Itu menjadi sebuah perasaan sangat mendalam. Satu hari kalau saya mampu, saya akan bela yang lemah. Sampai hari ini prinsip itu saya pegang teguh. Karena itu, saya berbuat sosial tidak ada beban.

Dua tahun lalu saya rapat di Medan. Besok pagi-pagi saya ke Singapura, putra saya balik ke Jakarta. Kita naik Alphard dan di setopan terakhir saya lihat anak perempuan jual koran, tapi tidak menuju mobil saya. Saya suruh sopir klakson supaya menarik perhatian dan dia datang. Pikiran saya sederhana. Saya keluar uang Rp 20 ribu supaya pagi itu dia dapat sarapan lumayan.
Masalahnya, dalam penerbangan saya ke Singapura, anak kecil itu terus mengganggu pikiran saya. Sampai Singapura saya segera telepon pemimpin cabang saya minta cari sopir tadi mengantar saya ke bandara. Lalu minta sopir tadi cari anak perempuan penjual koran itu. Saya pesan tolong kasihkan Rp 200 ribu supaya dia bisa beli satu pakaian layak.

Tiga jam kemudian pemimpin banag bernama Julianan telepon saya. Kita sudah ketemu anak kecil dan ibunya. Ternyata ayahnya baru meninggal sebulan lalu karena sakit. Sehingga dia terpaksa berjualan koran. Kalau begini, mulai sekarang tiap bulan kasih Rp 500 ribu. Anak itu jangan jual koran lagi dan mulai hari ini (dua tahun lalu) sampai lulus SMA saya bayarin.

Artinya, berbuat sosial itu tidak mengenal waktu dan tempat. Senin sampai Minggu, Januari hingga Desember, sampai Tuhan bilang setop. Itu prinsip hidup saya.

Apa pengalaman pertama paling berkesan membikin Anda berkomitmen akan terus berderma sampai akhir hidup saya?

Kita mengalami dua krisis, 1997 konglomerat di negara kita rontok dan 2008, konglomerat di Amerika jatuh. Artinya, Anda usaha 200 tahun bisa bangkrut. Tapi pernah nggak lihat ada orang berbuat baik bangkrut. Nggak pernah. Belum pernah saya dengar orang berbuat sosial lalu bangkrut.

Bill Gates tinggalkan Microsoft dan dia sudah keluarkan US$ 30 miliar, masih jadi orang terkaya. Artinya, pengusaha bisa bangkrut, sukses bisa jatuh, tapi orang berbuat amal tidak pernah bisa bangkrut.

Saya tidak percaya orang beramal Rp 100 ribu nanti bisa dapat Rp 500 ribu. Karmanya adalah bisa saya diberi kesehatan, keluarga kita harmonis, anak saya lebih mudah cari makan, anak-anak jadi orang baik semua.

Saya belum pernah dengar orang banyak beramal bisa bangkrut.

Apakah Anda punya kegiatan amal harian?

Saya takut nanti dianggap pamer. Artinya, beramal itu tidak henti-henti sampai Tuhan bilang setop. Selama Tuhan masih kasih kita napas, kita kerjakan terus semampu kita.

Sebagai filantropis, apa mimpi terbesar sudah Anda capai dan yang belum Anda raih?

Waktu saya bekerja sama dengan Bill Gates, duta besar Indonesia untuk UEA tanya saya hari ini Anda kehilangan uang, apa perasaan Anda? Saya bilang mimpi saya dari kecil ingin berbuat sesuatu dan hari ini tercapai. Itu karena begitu besarnya Tuhan sayang sama saya. Saya dikasih kesempatan untuk berbuat baik, kalau nggak saya akan berbuat jahat.

Kalau saya meninggal, saya ingin melihat anak-anak saya adalah orang baik, bermartabat, dan berkarakter. Kedua, saya mau melihat hidup rakyat Indonesia baik sedikit.

Apakah pernah ada tawaran masuk pemerintahan?

Nggak pernah. Saya bukan ahli birokrasi. Saya ini orang Surabaya pasaran, bukan keturunan keluarga ningrat elegan, saya mungkin nggak cocok di birokrasi. Saya adalah staf khusus di Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Bagaimana ceritanya Anda bisa ikut menyumbang hingga US$ 100 juta?

Setahun lalu ada tamu datang dan dia bilang dia dari Bill Gates Foundation. Dia bilang ingin cari rekan dari Indonesia. Dia bersedia 70 persen untuk Indonesia dan sisanya untuk seluruh dunia. Setelah ngobrol-ngobrol saya setuju.

Dia kaget saya bilang bakal menyumbang US$ 100 juta dalam lima tahun. Sebulan kemudian Bill Gates menyurati saya dan setuju. Lalu April lalu kita tanda tangan kerja sama di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, disaksikan duta besar kita.

Dengan harta US$ 1,7 miliar dan menjadi orang terkaya nomor 12 di Indonesia dan 1.068 di dunia, apakah Anda puas dengan pencapaian ini?

Menurut saya, kekayaan itu tidak hanya tertuju pada deposito atau uang Anda pegang. Saya selalu percaya kekayaan itu ialah juga integritas, intelektualitas, kepribadian mulia, karakter baik, keluarga harmonis, kesehatan. Itu adalah satu kesatuan.

Kekayaan itu seperti sebuah senjata. Senjata di tangan orang baik untuk bela negara. Di tangan orang tidak baik buat merampok. Bukan pula soal jumlah kekayaan tapi bagaimana Anda memanfaatkan kekayaan itu dengan baik. Itulah seninya.

Apa kelebihan Anda miliki sehingga Anda bisa menjadi pengusaha sukses?

Saya orangnya super disiplin. Tiap hari saya bangun jam 5.30. Saya selesai baca 7-8 koran internasional dan domestik, Indonesia, Inggris, dan Mandarin, pukul 6.30. Selama 6.30-7.30 saya mulai merenungkan apa yang saya lakukan kemarin dan apa akan saya kerjakan hari ini. Jam 8 saya sudah keluar dari rumah.

Malam saya tidak keluar. Saya tidak ke klub malam, makan di restoran. Saya pulang dan makan bareng keluarga. Lalu jam 8 saya tonton televisi selama dua jam kemudian tidur. Hidup saya datar, saya super disiplin.

Kedua, waktu saya menang Enterpreneur of the Year 2011 dari Ernst and Young, saya bilang dalam pidato saya adalah pendaki gunung. Tidak ada gunung tidak berani saya daki. Saya mendaki dari satu pun cak ke puncak lainnya hingga Tuhan mengatakan saya harus berhenti.

Artinya tiap hari saya memperbaiki diri dengan membaca, bergaul, kerja sosial, dan beribadah. Saya ingin terus mencapai puncak lebih tinggi. Saya tidak pernah lengah.

Kalau waktu bisa diulang, Apa ingin Anda lakukan?

Saya akan berbuat lebih banyak untuk orang tua saya. Ada masa-masa kita bodoh dan terlewatkan, tapi Allah cipta manusia memang tidak ada yang sempurna. Di dalam ketidaksempurnaan itulah kita beribadah. Supaya kita sadar kesempurnaan itu milik Tuhan.Kalau saya sempurna, saya akan sombong, saya akan tidak tahu diri.

Waktu ke Sinabung, saya mau menangnis. Ternyata hidup saya di Jakarta sudah wah. Ternyata ada sebagian kelompok manusia di belahan pulau lain hidup mereka belum jelas,
tergantung bantuan.

Saya harus jadi orang tahu diri, tidak rakus, bersyukur. Kalau kita hidup dalam kemewahan, kita bisa lupa diri. Kita perlu kejadian mengingatkan kita.

Kalau dihidupkan kembali, saya tetap mau dilahirkan dari anak tukang becak. Saya bangga punya orang tua benar meski dia miskin. Saya tetap akan menikahi istri sekarang karena bagi saya dia adalah paling sempurna. Saya akan tetap menjalani hidup sama.

Ketika krisis 1998, banyak perusahaan bangkrut, namun Grup Mayapada berhasil bertahan dan sukses sampai sekarang. Apa resep khususnya?

Tidak ada resep khusus. Bukan karena kepintaran saya. Bank Mayapada waktu itu konservatif, kita tidak main valuta asing. Kita tidak kena imbas. Karena saya bodoh, saya diselamatkan.

Diambil dari : https://id.berita.yahoo.com/tidak-pernah-ada-orang-dermawan-jatuh-miskin-225748191.html

Wednesday, September 24, 2014

7 Cara Agar Terhindar dari Stres dan Selalu Bahagia Sepanjang Hari

Kebahagiaan bukan hanya sekadar perasaan emosional. Selama bertahun-tahun, penelti menemukan fakta bahagia orang yang bahagia akan panjang umur dan hidup lebih sehat. 

Perasaan sedih, cemas, atau kecewa seringkali membuat Anda merasa stres. Ketika stres, tak jarang tubuh menjadi rentan terserang penyakit karena sistem imun menjadi lemah. 

Agar perasaan tersebut hilang dan Anda bisa terus memiliki energi positif dalam diri, tak ada salahnya Anda mencoba 7 cara untuk meningkatkan kebahagiaan diri Anda seperti dikutip dari CNN, Selasa (23/09/2014).

1.    Ubah perilaku

Perasaan kecewa atau sedih yang sering Anda rasakan mungkin karena sifat pesimistis yang dimiliki. 

Penelitian di Harvard University menemukan bahwa orang yang selalu optimis tidak hanya menjadikan dirinya bahagia, 50% dari mereka pun tidak memiliki risiko penyakit jantung, serangan jantung, atau stroke. Hal ini membuktikan bahwa dengan energi positif yang dimiliki tentu akan memberikan perlindungan pada tubuh untuk melawan penyakit kardiovaskular. 

Peneliti pun melihat orang yang tidak bahagia dengan orang optimis, ternyata mereka tiga kali lebih berisiko untuk memiliki masalah kesehatan di usia mereka.

2.    Belajar dari kebiasaan orang Denmark

Denmark menjadi negara teratas di European Commission's 'Eurobarameter' untuk negara terbaik dan paling bahagia setiap tahunnya sejak 1973. 

Lalu, apa yang membuat warga Denmark selalu merasa bahagia dengan kehidupan mereka? Ternyata ha-hal seperti harapan hidup, produk domestik bruto, dan rendahnya angka korupsi menjadi alasan kebahagiaan di negara ini. Namun, hal utama yang membuat warga Denmark merasa bahagia menurut U.N. World Happiness Report adalah warga yang ramah, kebebasan mereka untuk memilih, dan dukungan kuat dari sistem sosial.

3.      Bisa membagi waktu

Warga Denmark dapat membagi waktu dengan seimbang antara pekerjaan dan kehidupan mereka. Inilah yang membuat tingkat kebahagiaan warga di sana meningkat. Jangan bekerja berlebihan. Faktanya, rata-rata jam kerja dalam waktu seminggu di Denmark adalah 33 jam. Hanya 2% dari warga Denmark yang bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu. 

Hampir 80% ibu di Denmark pun kembali bekerja setelah melahirkan. Namun, mereka pintar membagi waktu senggang untuk keluarga, teman, dan mengikuti kegiatan di komunitas.

4.      Tidak bergantung pada gadget

Orang Denmark pun tidak begitu ketergantungan dengan gadget. Mereka lebih memilih untuk melakukan hal-hal yang dapat dikenang. Terlalu fokus memikirkan dan menggunakan benda-benda seperti gadget, mobil, atau pakaian ternyata berhubungan dengan stres yang akan dirasakan. 

Peneliti menemukan bahwa orang yang fokus dengan kegiatan yang akan dikenang oleh mereka seumur hidup akan merasakan sensasi 'hidup' yang sebenarnya. Dengan melakukan hal seperti ini pun akan membuat Anda secara mental lebih dekat dengan orang di sekitar Anda, sehingga bisa merangsang perasaan bahagia pada diri Anda.

5.      Perbanyak teman

Dengan bergaul dapat membuat Anda menjadi lebih muda dari usia sebenarnya. Peneliti menunjukkan bahwa dukungan sistem sosial dapat memendekkan telomere yang dimiliki. Telomere adalah kromosom DNA yang mengindikasi usia Anda. Menurut para ahli, tidak memiliki teman membuat hidup Anda menjadi lebih pendek. 

Penelitian lain pun menunjukkan bahwa perasaan kesepian menjadi faktor utama penyebab depresi, masalah kesehatan, dan stres. Solusinya adalah setidaknya Anda harus memiliki satu teman yang dapat meningkatkan kebahagiaan dan kesehatan Anda.

6.      Jadi volunteer dan beramal

Orang yang sering menjadi volunteer ternyata lebih bahagia dengan hidupnya dibandingkan dengan mereka yang tidak. United Nation pun pernah mendata salah satu alasan mengapa warga Denmark bisa menjadi orang yang paling bahagia di dunia adalah karena 43% secara teratur mengikuti kegiatan sosial di komunitas mereka.

Kebahagiaan dari berbagi dengan sesama sangat cepat dirasakan. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012, menunjukkan anak yang lebih senang memberi daripada menerima memiliki perasaan yang lebih bahagia karena puas dengan diri yang mau berbagi barang-barang miliknya. 

Peneliti mengatakan, sebenarnya semua orang memiliki rasa belas kasih. Dengan menunjukkan kebaikan, menjadi volunteer, atau menyumbangkan uang Anda ternyata dapat meningkatkan kebahagiaan dengan meningkatkan rasa toleransi dan citra diri.

7.      Tertawa

Peneliti menunjukkan bahwa tertawa bukan hanya menjadi sinyal kebahagiaan. Tertawa pun bisa membuat orang menjadi bahagia. Saat Anda tertawa, hormon stres akan berkurang dan endorfin akan meningkat. 

Tertawa pun sangat baik untuk kesehatan jantung Anda. Studi menunjukkan hanya 8% dari pasien jantung yang tertawa setiap hari. Mereka pun kerap mendapatkan serangan jantung setiap tahunnya. 

Studi pun menunjukkan bahwa tubuh bisa membedakan antara tawa yang asli dan palsu. Namun, keduanya tetap bisa meningkatkan kesehatan. Mau bahagia setiap hari? Yuk, mulai biasakan untuk tertawa.

Wednesday, March 19, 2014

Seorang nelayan berpendidikan master



Ada hal yang menarik dengan perjalanan survey saya kali ini, walaupun ada hal yang dikorbankan terkait dengan urusan keluarga. Saat diberitahu oleh atasan bahwa saya akan berangkat survey di Ternate bersama seorang teman, tidak ada sesuatu yang istimewa. Mengingat saya sudah melakukan pekerjaan seperti ini selama lebih dari 6 tahun, jadi sebetulnya pekerjaan seperti bukan sesuatu hal yang menarik lagi. Satu-satunya alasan yang menyemangati saya yaitu karena saya belum pernah mengunjungi Ternate sebelumnya dan volume pekerjaannya yang relative sedikit dan bisa diselesaikan dalam dua-tiga hari.
Singkat kata berangkatlah kami ke Ternate dan dengan keyakinan bahwa pekerjaan dapat diselesaikan dalam dua-tiga hari yang berarti akhir pekan kami sudah bisa kembali dan saya bisa menghadiri acara perlombaan yang diikuti Nando, putra saya, hari sabtunya. Hari pertama kami kerja di lapangan diisi dengan instalasi alat survey di atas kapal. Kapal yang digunakan adalah kapal kayu nelayan biasa yang ditutup atap dari terpal. Tidak ada yang istimewa karena saya sudah melakukan pekerjaan seperti itu puluhan kali. Kapal tersebut mempunyai dua awak kapal, sebut saja Bang Udin sebagai nakhoda dan Pak Man sebagai asistennya. Bang Udin masih muda mungkin sekitar beberapa tahun diatas kami. Tidak ada yang istimewa dari penampilan mereka berdua. Seperti kebanyakan orang kapal dan orang daerah timur, yang identik dengan (maaf) kulit yang gelap karena terbakar matahari dan rambut yang pendek ikal cenderung keriting. Satu-satunya yang menggilitik buat saya yaitu sewaktu teman saya bilang bahwa Bang Udin itu sedang menyelesaikan pendidikan masternya sekarang. Dalam hati saya langsung bilang “Ah masak sih, nelayan punya pendidikan yang tinggi”.

Setelah kegiatan instalasi peralatan tersebut, hari berikutnya dilakukan operasional survey di lokasi. Setelah sempat berjalan lancar, alat yang kami gunakan mengalami masalah dan perlu pengecekan. Setelah dilakukan pengecekan oleh teman engineer kami, ternyata alat tersebut memerlukan penggantian komponen yang harus didatangkan dari Jakarta. Saya langsung lemas mendengarnya karena berarti saya harus tinggal lebih lama di Ternate dan tentu saja melewatkan acara perlombaan Nando. “ Yah memang seperti ini resiko pekerjaan di lapangan, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi”.

Beberapa malam kemudian, saat kami mencoba memperbaiki alat yang rusak tersebut di kapal. Kami diantar dan ditemani oleh Bang Udin. Setelah membantu teman engineer saya dan kelihatannya dia serius mengotak-atik alat yang rusak, saya memilih duduk di haluan kapal menemani Bang Udin yang sedang merokok sendirian. Iseng-iseng saya membuka pertanyaan yang dari kemarin mengganjal di benak.

“Bang, ini sangat menarik buat saya bang, setelah sekian lama saya survey di lapangan baru kali ini saya menemukan orang kapal yang pendidikannya master, bahkan saya aja kalah nih”.

“Gimana bang ceritanya bisa seperti itu”.

Bang Udin hanya tertawa kecil “Ceritanya panjang..” Katanya.

“Wah bisa sampe pagi dong dengerinnya, hehe..” Kata saya.

Akhirnya dia membuka cerita, “Jadi gini, kami ini dari kecil hidupnya sudah seperti ini, hidup di laut, bantu cari ikan, bawa kapal”. 

“Terus saya kuliah di UnKhaer Ternate ambil jurusan manajemen perikanan”, Katanya dengan logat timur yang kental. “Setelah lulus kuliah kemudian saya nikah, yang namanya sudah nikah laki-laki harus punya kerjaan tho”, tambahnya. “Kemudian saya sama istri pergi ke Morotai buat daftar test PNS, tapi istri saya yang masuk, saya masih kerja cari ikan, bawa kapal, antar penumpang, apa ajalah”.

“Setelah itu ada penerimaan pegawai Bank Danamon di Ternate, saya ikut mendaftar dan diterima”. “Saya ditempatkan sebagai kepala unit di Morotai”, tambahnya.

Setelah berapa lama ada kabar dari teman satu angkatan dia waktu kuliah dulu. Dia bilang “kamu mau sekolah lagi?”, saya jawab “maulah kalo ada kesempatan”.
“Kalau kamu mau nanti kita cari beasiswa, nanti kita bikin proposal buat mendaftarnya”, akhirnya tanpa disangka-sangka dia ketrima beasiswa master di universitas di Manado.

“Saya bingung waktu itu mas”,katanya “disatu sisi saya sudah jadi kepala unit di Bank Danamon Morotai, tapi sebetulnya saya gak betah kerja di belakang meja, saya lebih pilih kerja di laut seperti dulu”.

“Akhirnya saya bicara sama istri kalo saya dapat tawaran beasiswa di Manado, akhirnya istri saya bilang ‘Ya sudah ambil saja, biar saya jaga anak-anak disini’, katanya”.

Dalam hati saya langsung berkata luar biasa istrinya abang ini, mendukung sepenuhnya cita-cita suami untuk masa depan walaupun harus meninggalkan kehidupan yang sudah nyaman sekarang. 

Bang Udin melanjutkan ceritanya, “Begitulah mas, akhirnya saya berangkat ke Manado untuk melanjutkan kuliah, saya ambil jurusan master penangkapan ikan”.

Saya kemudian bertanya, “Terus ke depannya gimana bang, apakah sudah ada gambaran mau ngapain setelah lulus kuliah?”.

“Jujur saja belum ada”, timpalnya sambil tertawa, “Katanya di Morotai akan dibuka universitas Pasifik, mungkin saya mo nglamar jadi dosen disana nanti”.

Memang kita tidak bisa memprediksi dan mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan, dan idealnya memang jangan selalu banyak berpikir dan risau tentang apa yang akan terjadi di masa depan, karena itu murni rahasia Allah. Yang harus kita lakukan adalah selalu berpikir di masa sekarang, mengambil peluang dan kesempatan yang sudah pasti ada di depan mata, tidak berangan-angan, disamping selalu berusaha dan tentu saja berdoa agar diberi jalan yang terbaik untuk masa depan.

Kisah nyata diatas menjadi pelajaran yang sangat berharga buat saya karena betapa seorang anak pantai dari daerah timur mempunyai keinginan dan usaha yang luar biasa untuk maju dan mengejar pendidikan tinggi. Hal yang mungkin tidak terbayangkan untuk orang-orang nelayan yang lain. Betapa dia rela meninggalkan jabatan yang nyaman dan mungkin karir yang akan bagus di sebuah bank hanya untuk mengejar pendidikan tinggi. Dan yang terakhir adalah dukungan yang luar biasa dari sang istri yang tidak menyalahkan keputusan suami tetapi malah mendukung penuh dengan rela berkorban hidup berjauhan dengan suami selama kuliah dan bekerja keras menjaga kedua anaknya sendirian disamping tanggung jawabnya sebagai seorang guru di Morotai. 

Sampai jumpa Bang Udin, saya yakin orang seperti abang bakal meraih sukses di masa depan. InsyaAllah kalo ada umur dan rizki kita pasti akan ketemu lagi.

Ternate, 17 Maret 2014

Friday, February 07, 2014

Arti sebuah M.Sc dan Ph.D

Tidak terasa 17 tahun sudah waktu berlalu sejak saya berdiri tegak di hadapan para “kyojukai” Graduate School of Biosphere Sciences, Hiroshima University untuk mempertahankan hasil penelitian selama kurang lebih 6 tahun. Ketika menyelesaikan Master dan Ph.D Course dan berhak untuk mendapatkan gelar M.Sc serta Ph.D, saya mendapatkan tiga lembar dokumen, dokumen 1 adalah Sotsugyo-sho, Sertifikat penghargaan berbahasa Jepang, dokumen ke 2 adalah Sertifikat kelululsan dalam bahasa Inggris dan dokumen yang ke 3 adalah transkrip nilai mata kuliah yang saya ambil selama mengikuti Master Course dalam bahasa Inggris. Jumlah dokumen yang sama, saya terima juga untuk Ph.D Course. Yang menarik keseluruhan mata kuliah yang saya ambil mendapat nilai A. Penilaian mata kuliah hanya dalam huruf A yang berarti Excellence, B berarti Good dan C berarti Passable.
Beberapa hari kemudian, saya menghadap ke Professor pembimbing saya dan memberanikan diri untuk mengajukan “protes” kenapa nilai-nilai saya semuanya Excellence padahal, saya sadar betul kemampuan saya dalam mengikuti beberapa mata kuliah yang pengantarnya bahasa Jepang tidak begitu bagus untuk tidak mengatakan sangat jelek. Penerimaan saya terhadap mata ajaran yang diberikan tidak lebih dari 20%. Sempat terlintas pikiran jelek saya yang mengamini asumsi sementara orang bahwa sekolah di Jepang sangat mudah, yang penting tidak neko-neko, datang pagi dan pulang malam, akhirnya juga akan menjadi Doktor. Saya sempat berpikir, Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau dengan upaya begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, Professor saya mengatakan, di Jepang kami tidak sulit memberi nilai karena filosofi kami mendidik bukan untuk mendapatkan hasil tertinggi yang dikuantifikasi dengan mengkotak-kotakkan kemampuan seseorang. Filosofi kami mendidik adalah untuk mengenal dan melakukan proses penemukenalan mencari kebenaran ilmiah.Selama proses menuju tujuan kebenaran ilmiah yang dilakukan sesuai kaidah-kaidah yang disepakati, angka tidak menjadi penting. Filosofi mendidik kami adalah filosofi gekirei, filosofi mendorong
Percakapan saya dengan Prof. Kenji Namba di tahun ke 3 saya di Hiroshima merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya melihat angka dan nilai. Dari “acara protes” itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita. Teringat di benak saya betapa mudahnya saya mendapatkan nilai A dari Master dan Ph.D Course. Pada sisi yang lain di Indonesia, saya melihat sulitnya menyelesaikan studi S2 dan S3. Para penguji (kyojukai) siap menerkam dan menyerang dengan pertanyaan di luar konteks penelitian dengan alasan untuk menguji wawasan keilmuan para calon Master dan Doktor. Ada ketidak percayaan diantara penguji dan calon tentang kapabilitas dan proses yang dilakukan oleh para calon. Mungkin inilah penyebab mengapa para penguji mengeluarkan pertanyaan untuk menguji apakah penelitian ini benar-benar dilakukan sendiri, sehingga semangat gekirei untuk mendapatkan ilmu baru jauh panggang dari api. Yang terjadi malahan “perang” konfirmasi. Tidak ada proses gekirei, yang ada proses ketidakpercayaan dan menekan si calon yang hasilnya bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Belakangan saya mengerti bahwa orang yang tertekan ternyata saya temukan juga menguji dengan cara menekan.
Semangat gekirei ini terlihat ketika pertama kali saya mempresentasikan hasil penelitian di Annual Symposium of Fisheries Science di Tokyo tahun 1992. Butuh waktu sebulan untuk berlatih mempresentasikan hasil penelitian dengan waktu yang terbatas. Berhubung pertama kali presentasi di depan ahli-ahli perikanan se Jepang, ada rasa takut yang bercampur dengan ketidakyakinan untuk memberi yang terbaik. Walaupun begitu saya tidak merasa menjadi terdakwa ketika tidak bisa menjelaskan pertanyaan yang diajukan para ahli ini, karena bagaikan seorang pembela, Professor saya berdiri tegak dan mengatakan mahasiswa bimbingan saya ini tahu apa jawabannya tetapi masih terkendala dengan bahasa. Dan semua peserta bertepuk tangan untuk memberi apresiasi kerja penelitian saya. Begitu selanjutnya di acara-acara symposium, peran pembela dari Professor mulai dilepaskan secara perlahan-lahan dan akhirnya menjadi sparring partner yang baik dalam berdiskusi. Pelajaran dari ini semua bahwa melakukan gekirei dengan menerapkan prinsip-prinsip Continous Quality Improvement.
Dua bulan belakangan ini saya disibukkan dengan urusan penyetaraan ijazah SD anak-anak Indonesia yang sekolah di Jepang dan akan kembali ke Indonesia. Berbeda dengan di Indonesia, anak saya yang sekolah di SD Jepang awalnya mengalami kesulitan, walaupun begitu rapornya tidak diberi angka merah untuk mata pelajaran yang dinilai masih harus ditingkatkan, melainkan diberi kalimat yang mendorong untuk bekerja lebih keras, “Vanya wa jūryō de kaishi shimashita. Kanojo wa honki de sore o tameshite mimashita. Shikashi, vanya wa shinchoku jōkyō o shimeshite iru” (Vanya telah memulainya dengan berat. Dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Vanya juga telah menunjukkan kemajuan). Rapor anak-anak SD di Jepang ditulis dalam bentuk verbal. Ini yang menyibukkan saya karena penyetaraan nilai SD di Indonesia harus di kuantifikasi dalam bentuk angka 1-10. Jelas sekali mereka membangun karakter. Semoga ini semua membuka mata kita dengan mencoba melihat dengan kacamata yang berbeda.
Belajar dari pelajaran di atas, sejatinya kita-kita yang berhasil mendapat gelar M.A, M.Sc dan Ph.D serta Dr. Eng di Jepang paham betul arti gekirei itu, minimal melihat bagaimana pendidikan dasar di Jepang meletakkan fondasi gekirei. Semesta selama kita menuntut ilmu di Jepang yang terasa tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Sejatinya ketika kembali ke Indonesia kita harus bisa menghidupkan inisiatif dan menggelorakan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak kita tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau gekirei yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan kita semua dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Akan terasa aneh kalau kebiasaan-kebiasaan serta nilai baik yang di dapat selama di Jepang tidak dapat kita tularkan di Indonesia, sehingga asumsi orang-orang yang mengatakan bahwa mendapatkan gelar M.Sc atau Ph.D di Jepang sangat mudah, bisa dibantah dengan memperlihatkan attitude-attitude dan karya-karya yang memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan bermanfaat buat orang lain.

Sunday, January 19, 2014

Are You Afraid to Speak?

Are you afraid to speak English?
Are you worried about making mistakes?
Are you embarrassed if someone asks you to repeat something?
Well, join the crowd!
Just about everybody I know who has tried learning another language has been afraid to speak.
The most common reason to learn a language is to be able to communicate with others in that language. I’m not saying it’s the only reason. Some people might just want to be able to read English literature, watch American movies without subtitles or understand songs in English, but usually, a person who devotes a significant amount of time to learning a language, generally wants to use it.
In fact, you may even need to use it - for school or for a job.
So, that’s a given.
Let’s agree that this is why you are learning English – to speak it!
You want to use English as a way to communicate with friends, family members, colleagues, potential clients and customers.
Speaking is the number one goal of language learning, and yet it is usually the biggest hurdle learners face.
There are several reasons why even the thought of speaking in English terrifies some learners, but in this post I want to focus on one of the main reasons it is difficult to feel confident as a speaker and give you some tips on how to overcome this problem.
One reason English learners are afraid to speak in English is because they think they HAVE to speak BEFORE they are actually ready.

When is it the right time to speak?

What many English learners don’t understand is the need for a long silent period –  a period of JUST LISTENING to English, without trying to speak. In language-learning circles, the act of listening is known as the INPUT phase and speaking is known as the OUTPUT phase. You need a lot of INPUT before you are capable of having any really decent OUTPUT.
I’m not saying you can’t learn how to say some basic things in English without a lot of input, such as “hi”, “bye”, “my name is…” and “thank you”, but to really be able to hold a satisfying conversation with someone in English, it is essential to have many hours of listening under your belt.
Some researchers have suggested that it is necessary to have about 800 hours of comprehensible input before you can begin to use the language you are learning for real communication. Before that, there are other ways of communicating without a lot of speech, including showing pictures, making drawings, using body language, hand movements, and facial expressions.
I can hear you saying: “800 hours!!! Wait a minute! I want to learn English in 3 months!! Are you saying I must listen to English for 10 hours per day for 80 days? That’s impossible!”
I understand!
Adult language learners don’t often have the luxury of simply listening to hours and hours of comprehensible input in English. You may attend an English class for two or three hours per week, during which time you are mostly reading from a textbook, and the textbook mostly explains the language to you using grammar rules. Pretty boring! Not to mention the fact that you are learning English while you are also attending school full time or working full time.
Your life is already busy! I understand that!
However, the importance of the silent period must not be overlooked, and if your goal is to become an excellent SPEAKER of English, then you must put in the time and listen as much as possible. 
A person who is serious about learning English to fluency will need at least 1 hour per day of focused listening for at least three to six months, depending on the current level of English, in order to begin to have enough vocabulary and understanding of grammatical structures and expressions to be able to speak with confidence and ease.

What Should I Listen To?

1. Comprehensible Input: The most important thing about the time you spend listening is that it must be COMPREHENSIBLE. Something is comprehensible when you can basically understand it. You don’t have to understand every single word, but you must be able to understand what is being talked about. This will allow you to reinforce vocabulary and grammatical structures that you already know, as well as allow you to pick up new ones within a meaningful context.
I have listened to hundreds of hours of music from various countries in Africa, and I still don’t speak any of those languages. Passive incomprehensible input did nothing to help me understand what the heck they are saying in those songs. I was only listening to them for pleasure, because I liked them. I wasn’t trying to learn a language.
For the purpose of learning English, if you are listening to something that is too difficult, STOP, and find something that is easier. Move to more difficult texts, movies, songs, and programs as you progress.
2. Interesting Input: Even if you can understand something (it is comprehensible to you), it will not help you improve your English if it is totally boring. Instead, find something that is interesting to you.
Do you like movies? Watch movies you like (over and over again) and listen to interviews with the actors and the directors. Listen to my podcast on the Golden Globe Awards.
Do you like sports? Listen to sports news. Watch videos of interviews with athletes.
Do you like music? Listen to songs. Listen to interviews with musicians and singers. Find the lyrics and read along as you listen.
Do you like history? Find a good podcast that talks about the time period you are interested in or watch historical dramas.
Do you like business? Listen to audiobooks of successful business people reading their books. Watch videos of business presentations.
Are you open to anything? Do you want to be able to talk about a wide variety of topics? Listen to my podcasts. They cover a wide range of topics.
The point is to listen to something that is interesting and engaging, as well as comprehensible.

When Do I Speak?

When you are ready! Don’t rush yourself! Take your time!
If you have spent enough time listening, you will surely have enough vocabulary and a good grasp of grammatical structures and expressions that will enable you to speak.
If you find that you are still too afraid to speak, ask yourself why.
If it is because you don’t know how to say what you want to say, then you need to do more listening.
If it is because you are continuing to translate in your head, instead of thinking in English, then you need to spend more time listening.
If it is because you are worried about making mistakes, then you must spend more time listening.
If you like to read, but fear speaking, practice reading out loud, not just in your mind.
If you are scared and have fear of speaking, in general, even though you know what words to say, then you need to find someone whom you trust, someone with whom you feel safe – a teacher, a tutor or a coach - and work with him/her until you feel more comfortable speaking out loud and then you can move on to speaking with others.
To combine massive amounts of listening with speaking, use the Success with Stories audio program. It is a powerful way to help you spend hours listening to interesting and funny stories, while gently leading you into having more practice and confidence in speaking, in the privacy of your own home, and in your own time. 

Take-Away Points

In order to be a confident speaker of English, you must:
1. Listen, listen, listen – the silent period will vary in length from person to person, but everybody needs one.
2. Listen to interesting content that is comprehensible to you.
3. Speak when you are ready. Don’t think that you must try to speak when you don’t yet know what you want to say or how to say it.
4. Combine listening with reading (transcripts) and practice reading out loud.
5. Use the Question and Answer Lessons from Success with Stories to give you confidence with speaking.
Once you begin to speak, you will make mistakes, but that’s totally normal and it is just a part of the entire process of becoming fluent. It is not something to be worried, embarrassed or ashamed about.
Learning a language is a simple process. Just listen as much as possible and when you are ready, start speaking, and have fun!
- See more at: http://englishfluencynow.com/are-you-afraid-to-speak/#sthash.Wmq0q7S4.dpuf