Wednesday, March 19, 2014

Seorang nelayan berpendidikan master



Ada hal yang menarik dengan perjalanan survey saya kali ini, walaupun ada hal yang dikorbankan terkait dengan urusan keluarga. Saat diberitahu oleh atasan bahwa saya akan berangkat survey di Ternate bersama seorang teman, tidak ada sesuatu yang istimewa. Mengingat saya sudah melakukan pekerjaan seperti ini selama lebih dari 6 tahun, jadi sebetulnya pekerjaan seperti bukan sesuatu hal yang menarik lagi. Satu-satunya alasan yang menyemangati saya yaitu karena saya belum pernah mengunjungi Ternate sebelumnya dan volume pekerjaannya yang relative sedikit dan bisa diselesaikan dalam dua-tiga hari.
Singkat kata berangkatlah kami ke Ternate dan dengan keyakinan bahwa pekerjaan dapat diselesaikan dalam dua-tiga hari yang berarti akhir pekan kami sudah bisa kembali dan saya bisa menghadiri acara perlombaan yang diikuti Nando, putra saya, hari sabtunya. Hari pertama kami kerja di lapangan diisi dengan instalasi alat survey di atas kapal. Kapal yang digunakan adalah kapal kayu nelayan biasa yang ditutup atap dari terpal. Tidak ada yang istimewa karena saya sudah melakukan pekerjaan seperti itu puluhan kali. Kapal tersebut mempunyai dua awak kapal, sebut saja Bang Udin sebagai nakhoda dan Pak Man sebagai asistennya. Bang Udin masih muda mungkin sekitar beberapa tahun diatas kami. Tidak ada yang istimewa dari penampilan mereka berdua. Seperti kebanyakan orang kapal dan orang daerah timur, yang identik dengan (maaf) kulit yang gelap karena terbakar matahari dan rambut yang pendek ikal cenderung keriting. Satu-satunya yang menggilitik buat saya yaitu sewaktu teman saya bilang bahwa Bang Udin itu sedang menyelesaikan pendidikan masternya sekarang. Dalam hati saya langsung bilang “Ah masak sih, nelayan punya pendidikan yang tinggi”.

Setelah kegiatan instalasi peralatan tersebut, hari berikutnya dilakukan operasional survey di lokasi. Setelah sempat berjalan lancar, alat yang kami gunakan mengalami masalah dan perlu pengecekan. Setelah dilakukan pengecekan oleh teman engineer kami, ternyata alat tersebut memerlukan penggantian komponen yang harus didatangkan dari Jakarta. Saya langsung lemas mendengarnya karena berarti saya harus tinggal lebih lama di Ternate dan tentu saja melewatkan acara perlombaan Nando. “ Yah memang seperti ini resiko pekerjaan di lapangan, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi”.

Beberapa malam kemudian, saat kami mencoba memperbaiki alat yang rusak tersebut di kapal. Kami diantar dan ditemani oleh Bang Udin. Setelah membantu teman engineer saya dan kelihatannya dia serius mengotak-atik alat yang rusak, saya memilih duduk di haluan kapal menemani Bang Udin yang sedang merokok sendirian. Iseng-iseng saya membuka pertanyaan yang dari kemarin mengganjal di benak.

“Bang, ini sangat menarik buat saya bang, setelah sekian lama saya survey di lapangan baru kali ini saya menemukan orang kapal yang pendidikannya master, bahkan saya aja kalah nih”.

“Gimana bang ceritanya bisa seperti itu”.

Bang Udin hanya tertawa kecil “Ceritanya panjang..” Katanya.

“Wah bisa sampe pagi dong dengerinnya, hehe..” Kata saya.

Akhirnya dia membuka cerita, “Jadi gini, kami ini dari kecil hidupnya sudah seperti ini, hidup di laut, bantu cari ikan, bawa kapal”. 

“Terus saya kuliah di UnKhaer Ternate ambil jurusan manajemen perikanan”, Katanya dengan logat timur yang kental. “Setelah lulus kuliah kemudian saya nikah, yang namanya sudah nikah laki-laki harus punya kerjaan tho”, tambahnya. “Kemudian saya sama istri pergi ke Morotai buat daftar test PNS, tapi istri saya yang masuk, saya masih kerja cari ikan, bawa kapal, antar penumpang, apa ajalah”.

“Setelah itu ada penerimaan pegawai Bank Danamon di Ternate, saya ikut mendaftar dan diterima”. “Saya ditempatkan sebagai kepala unit di Morotai”, tambahnya.

Setelah berapa lama ada kabar dari teman satu angkatan dia waktu kuliah dulu. Dia bilang “kamu mau sekolah lagi?”, saya jawab “maulah kalo ada kesempatan”.
“Kalau kamu mau nanti kita cari beasiswa, nanti kita bikin proposal buat mendaftarnya”, akhirnya tanpa disangka-sangka dia ketrima beasiswa master di universitas di Manado.

“Saya bingung waktu itu mas”,katanya “disatu sisi saya sudah jadi kepala unit di Bank Danamon Morotai, tapi sebetulnya saya gak betah kerja di belakang meja, saya lebih pilih kerja di laut seperti dulu”.

“Akhirnya saya bicara sama istri kalo saya dapat tawaran beasiswa di Manado, akhirnya istri saya bilang ‘Ya sudah ambil saja, biar saya jaga anak-anak disini’, katanya”.

Dalam hati saya langsung berkata luar biasa istrinya abang ini, mendukung sepenuhnya cita-cita suami untuk masa depan walaupun harus meninggalkan kehidupan yang sudah nyaman sekarang. 

Bang Udin melanjutkan ceritanya, “Begitulah mas, akhirnya saya berangkat ke Manado untuk melanjutkan kuliah, saya ambil jurusan master penangkapan ikan”.

Saya kemudian bertanya, “Terus ke depannya gimana bang, apakah sudah ada gambaran mau ngapain setelah lulus kuliah?”.

“Jujur saja belum ada”, timpalnya sambil tertawa, “Katanya di Morotai akan dibuka universitas Pasifik, mungkin saya mo nglamar jadi dosen disana nanti”.

Memang kita tidak bisa memprediksi dan mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan, dan idealnya memang jangan selalu banyak berpikir dan risau tentang apa yang akan terjadi di masa depan, karena itu murni rahasia Allah. Yang harus kita lakukan adalah selalu berpikir di masa sekarang, mengambil peluang dan kesempatan yang sudah pasti ada di depan mata, tidak berangan-angan, disamping selalu berusaha dan tentu saja berdoa agar diberi jalan yang terbaik untuk masa depan.

Kisah nyata diatas menjadi pelajaran yang sangat berharga buat saya karena betapa seorang anak pantai dari daerah timur mempunyai keinginan dan usaha yang luar biasa untuk maju dan mengejar pendidikan tinggi. Hal yang mungkin tidak terbayangkan untuk orang-orang nelayan yang lain. Betapa dia rela meninggalkan jabatan yang nyaman dan mungkin karir yang akan bagus di sebuah bank hanya untuk mengejar pendidikan tinggi. Dan yang terakhir adalah dukungan yang luar biasa dari sang istri yang tidak menyalahkan keputusan suami tetapi malah mendukung penuh dengan rela berkorban hidup berjauhan dengan suami selama kuliah dan bekerja keras menjaga kedua anaknya sendirian disamping tanggung jawabnya sebagai seorang guru di Morotai. 

Sampai jumpa Bang Udin, saya yakin orang seperti abang bakal meraih sukses di masa depan. InsyaAllah kalo ada umur dan rizki kita pasti akan ketemu lagi.

Ternate, 17 Maret 2014