Wednesday, September 11, 2013

Belajar presentasi dari standup comedy

Tidak semua orang bisa lucu seperti seorang standup comedian, maka kita tidak akan belajar menjadi lucu tetapi belajar presentasi. Satu ilmu standup comedy yang bisa diterapkan oleh seorang presenter adalah kerseriusan dalam menghafalkan materi. Anda pernah melihat standup comedian tampil begitu lucu dan terkesan alami penuh improvisasi? Jangan “tertipu”, 90% dari standup comedy adalah hasil skenario dan hanya 10 persen hasil improvisasi. Hal ini ditegaskan comic Indonesia seperti Ernest Prakasa dan Pandji Pragiwaksono, dua comic favorit saya. Jika Anda melihat penampilan seorang comic sekali saja, mungkin sulit untuk melihat bahwa leluconnya adalah hasil menghafalkan naskah karena nampak begitu alami. Namun jika Anda melihat lebih dari satu video mereka, Anda akan setuju dengan saya bahwa standup comedy adalah hasil belajar keras, hasil menghafalkan sebuah naskah seperti naskah film yang lengkap dengan titik, koma, intonasi, dan gerak tubuh.

Standup comedian dunia seperti Chris Rock atau Russell Peters dengan jelas memperlihatkan hal ini dari berbagai aksi panggung yang berbeda. Chris Rock bahkan bisa menyampaikan bahan lelucon dengan kata-kata dan intonasi yang persis sama di satu panggung dan panggung lainnya. Coba lihat sebuah video berikut yang merupakan gabungan dari pecahan video aksinya yang tampil di panggung berbeda dengan materi yang sama. Video yang sesungguhnya merupakan hasil penyuntingan ini nampak seperti satu video utuh karena Chris Rock bisa tampil persis sama di satu panggung dan panggung lainnya. Ini adalah bukti bahwa standup comedy adalah hasil menghafalkan skenario.

Ini bisa ditiru untuk presentasi. Saya sering melakukan ini. Untuk presentasi dengan Bahasa Inggris saya biasanya membuat naskah skenario lengkap dengan intermezzo, intonasi dan titik koma. Saya tahu, ada orang yang memang tidak perlu melakukan ini karena bakat presentasinya begitu alami. Saya tidak termasuk salah satunya. Saya harus membuat naskah lengkap. Tugas selanjutnya adalah menghafalkan dan menampilkannya dengan gaya alami. Seorang presenter yang baik, seperti juga standup comedian, adalah seorang aktor peran yang baik. Mereka mampu menghafalkan skenario dengan tepat dan membawakannya dengan akting yang alami. Bagaimana caranya? Berlatih! Jika saya tidak bisa melakukan ini setelah 100 kali latihan, saya akan berlatih 300 kali!

Dikutip dari : http://madeandi.com/2013/09/11/belajar-presentasi-dari-standup-comedy/

Thursday, September 05, 2013

Sepuluh hal yang ‘merusak’ presentasi ...

  1. Ngobrol dengan layar. Banyak presenter yang terjebak lebih sering melihat layar daripada hadirin. Di Berlin, tata panggung memaksa presenter untuk melihat ke layar lebih sering karena memang tidak ada komputer di depan presenter yang bisa dijadikan media monitor. Saya sebenarnya berharap presenter menghadapi laptopnya sendiri di depannya sehingga tidak perlu sering melihat ke belakang dan ngobrol bersama layar besar dan ‘melupakan’ hadirin. Setelah mengamati video saya, ternyata saya juga cukup sering melakukan ini. Ini harus dikoreksi.
  2. Menyalin isi paper ke tayangan presentasi. Karena berbagai alasan, seringkali presenter menyalin isi papernya apa adanya dan menampilkannya di tayangan presentasi. Anda pasti sering melihat hal ini terjadi. Mereka yang terpaku pada isi paper memang cenderung presentasi sesuai urutan dan isi paper sehingga melakukan copas. Hal ini sebaiknya tidak dilakukan. Ada dua alasan: pertama, presenter jadi cenderung membaca saat presentasi sehingga terjebak ‘ngobrol’ dengan layar. Kedua, hadirin dipaksa untuk membaca, tidak menikmati gagasan presenter yang disampaikan secara verbal. Perhatian hadirin yg kecepatan membacanya berbeda akan berbeda dan terpecah-pecah.
  3. Huruf saja, miskin gambar. Teman-teman dari disiplin ilmu sosial sering terjebak menggunakan tulisan saja tanpa gambar, apalagi animasi, dalam presentasinya. Presentasi seperti ini bisa membosankan, terutama jika tidak dibawakan dengan cara yang atraktif. Kita mungkin perlu ingat lagi bahwa satu gambar bernilai seribu kata.
  4. Lupa waktu. Banyak pembicara yang baik dan berpengetahuan luas serta dalam yang mengalami ini. Saking banyaknya yang ada di kepalanya, mereka menggunakan waktu lebih dari yang diperbolehkan. Hal semacam ini bisa membuat tidak nyaman hadirin, terutama panitia yang harus berpacu dengan waktu. Untuk menghindari atau mengurangi kesalahan ini, saya biasanya berlatih presentasi. Meskipun sudah presentasi di berbagai tempat saya tidak pernah tidak berlatih sebelum presentasi. Salah satu tujuannya adalah mengetahui dan menjamin waktu yang saya habiskan tidak lebih dari yang disediakan.
  5. Lupa berinteraksi. Banyak presenter yang karena sudah memiliki agenda tertentu, lupa berinteraksi dengan hadirin. Mereka bahkan seperti tidak menganggap hadirin sedang mendengarkan mereka. Interaksi ini tentu tidak selalu berupa pertanyaan, bisa juga sekedar senyum atau menyebut nama seorang atau dua orang yang dikenal. Hal ini akan membuat hadirin merasa diajak dalam proses transfer ilmu/informasi tersebut.
  6. Lupa bersiap-siap. Cukup mudah dilihat perbedaan antara mereka yang bersiap-siap atau belajar sebelum presentasi dengan mereka yang tidak siap sama sekali. Kesiapan tentu saja tidak selalu ditandai dengan penampilan yang memukau. Kesiapan bisa dilihat juga dari alur presentasi yang runut meskipun bahasanya terbata-bata. Presenter yang siap akan tahu persis urutan lembar tayangnya sehingga bisa bercerita dengan lancar dalam perpindahan lembar tayang. Seorang presenter sesungguhnya penjaja cerita yang runut, lengkap dan mengalir utuh, dibantu oleh lembar tayang yang sesuai. Presenter yang tidak siap biasanya akan terpaku pada lembar tayang dan baru berpikir apa yang akan diceritakan saat presentasi ketika menghadapi lembar tayang tertentu. Akibatnya, ketika terjadi transisi lembar tayang, dia seperti kaget atau tidak siap dan menghabiskan banyak waktu untuk diam berpikir merencanakan ucapan di lembar tayang baru itu. Kuncinya adalah berlatih.
  7. Berbicara terlalu cepat. Saya sering mengalami hal ini karena selalu berusaha tepat waktu dan menyampaikan sebanyak mungkin hal. Kita kadang lupa bahwa pemahaman kita sebagai presenter itu bisa sangat berbeda dengan pemahaman hadirin yang mungkin awam di bidang yang kita presentasikan. Kita merasa omongan kita tidak tidak terlalu cepat dan mudah dipahami karena kita mungkin sudah menekuni bidang itu bertahun-tahun. Sebaliknya, hadirin bisa jadi sangat awam dan memerlukan waktu yang lebih banyak untuk memahami apa yang kita katakan. Kecepatan yang meningkat ini umumnya terjadi di penggal terakhir. Hal ini, lagi-lagi, bisa diatasi dengan berlatih dan melakukan simulasi sebelum presentasi sesungguhnya.
  8. Menjadikan perangkat lunak presentasi (misalnya Power Point) sebagai pengganti plastik transparan OHP. Mereka yang sekolah di tahun 1990an awal akan tahu bahwa dulu perkuliahan menggunakan overhead projector (OHP). Lembar tayangnya berupa plastik tranparan yang ditulisi. Selanjutnya lembar itu berfungsi sebagai film yang ditayangkan di layar besar dengan OHP. Tulisan dan gambar tentu saja statis/diam. Banyak yang melakukan ini di power point: sekedar menulis huruf, angka atau membuat gambar yang kemudian ditayangkan. Semestinya, bisa menggunakan animasi atau setidaknya urutan tampilnya obyek bisa dibuat dinamis untuk membantu penjelasan. Ingat, power point bukanlah plastik transparan.
  9. Pelafalan kata Indonesia seperti aksen/logat asing. Memag tidak dipungkiri, untuk bisa berbahasa asing dengan baik, terutama agar aksennya baik, harus ada naluri nggaya atau bergaya. Naluri ini yang akan membuat kita berani melafalkan suatu kata bahasa asing (misalnya Inggris) sesuai dengan pelafalan penutur asli. Cilakanya, kebiasaan ini juga mempengaruhi cara kita melafalkan kata Bahasa Indonesia dengan cara yang nggaya. Cara bicara Cinta Laura dengan tepat menjadi contoh untuk situasi ini. Ada bahkan presenter yang mengenalkan namanya sendiri yang jelas-jelas Jawa asli dengan logat dan pelafalan British. Konon, yang terbaik adalah melafalkan kata Bahasa Indonesia dengan logat Indonesia meskipun ketika presentasi dengan Bahasa Inggris. Memang agak lucu kalau ada yang mengatakan “The study was conducted in Salachiga” padahal Salatiga :)
  10. Menggebu-gebu untuk sesuatu yang tidak perlu dan volume suara yang konstan keras. Ada yang presentasi ilmiah dengan gaya motivator atau juru kampanye. Bahkan ketika berbicara indikator ekonomi saja terdengar seperti sedang memberi semangat pada prajurit yang akan tampil ke medan perang. Ada juga yang dari awal sampai akhir berbicara dengan volume suara keras yang konsatan sehingga membuat pendengar tersiksa. Konon presentasi yang baik memang harus clear and loud tetapi tidak selalu keras setiap waktu. Ini juga persoalan warna suara. Memang ada orang yang suaranya memekakkan telinga. Jika orang seperti ini berbicara bersemangat maka pendengarlah yang menjadi korban. Bagaimana mengatasi ini? Cobalah rekam presentasi kita lalu tonton beberapa hari kemudian, bandingkan dengan pembicara lain yang kita sukai. Jika sudah ketemu kesalahannya, hanya ada satu cara: berlatih keras. Jika 120 kali belum ada kemajuan, lakukan 240 kali latihan. Itu saja.
         Sepulah hal yang ‘merusak’ di atas sebagian saya temukan pada presentasi saya sendiri saat menonton videonya. Maka catatan ini adalah upaya mengingatkan diri sendiri selain berbagi dengan orang lain.

Dikutip dari : http://madeandi.com/2013/03/21/berlin-2013-sepuluh-hal-yang-merusak-presentasi/

Monday, August 05, 2013

MENGAPA SHALAT ITU HARUS 5 WAKTU ?

~Ini adalah posting ulang dalam diskusi dengan salah satu sedhulur di SI ini tentang dasar teologis penentuan 5 waktu~

Kalo jawaban simplenya ya krn memang spt itu perintah NYA. Tapi saya coba sharing kan pengalaman spiritual saya. Ini berdasarkan apa yg saya alami sendiri. Meskipun ada juga dalil (hukumnya), tapi yg saya sharingkan lebih pada pengalaman spiritual pribadi.

Jadi shalat itu waktunya ditentukan berdasarkan pergerakan 'Bumi vs Matahari' , dimana di tiap-tiap titik posisi Bumi, kadar ENERGI yg diterima Bumi dan semua mahluk di dalamnya akan berbeda.

Yg krusial adalah waktu Subuh dan Maghrib, krn merupakan pergantian waktu antara Gelap-Terang (dan sebaliknya). Dari 2 itu, yg paling krusial adalah Subuh, karena:
- terbitnya fajar adalah saat turunnya ENERGI utk beraktifitas
- fajar juga saat bangunnya manusia, dimana saat tidur JIWA manusia itu 'ditahan' oleh Allah (ini ada dalil hadist nya).
Sehingga menurut ajaran Rasul: “Shalat Subuh itu disaksikan malaikat....”

Sehingga teknisnya Subuh dipermudah, cukup 2 rakaat saja. Sementara Maghrib yg merupakan ANTI-TESA nya, juga cukup 3 rakaat. Waktu lainnya (Dzuhur, Ashar & Isya) semua dilakukan dalam 4 rakaat.

Dzuhur saat matahari tegak lurus bumi, secara BIOLOGIS, waktu inilah metabolisme tubuh mencapai puncaknya. Krn itu distabilkan dgn shalat Dzuhur.

Ashar adalah saat matahari condong menjelang terbenam, secara FISIOLOGIS, ini adalah menjelang batas akhir waktu kerja, jadi kembali distabilkan dnegan shalat Ashar.

Sementara Isya adalah pengantar istirahat malam.

Diluar shalat 5 waktu itu, sebelum RESMI turun perintah Shalat, ibadah shalat yg dilakukan Rasul adalah TAHAJUD (Shalat Malam), karena Islam adalah ajaran untuk kontemplasi. Sementara waktu malam, diatas jam 24.00 secara spiritual, frekuensi nya sangat baik secara KOSMIK. Nah..., setelah perintah shalat 5 waktu turun, posisi TAHAJUD hanya sebagai shalat sunah (tambahan).

Meskipun begitu, dari semua shalat-shalat sunah yg ada, HANYA tahajud yg diperintahkan secara gamblang dalam Quran. Ini menunjukkan pentingnya TAHAJUD sebagai media kontemplasi dalam frekuensi kosmik tinggi.

Saya pribadi, dalam perjalanan spiritual saya, beruntung bisa "Menangkap' level ENERGI yg berbeda-beda dari 5 waktu shalat itu. Dan dalam perenungan saya, fungsi utama shalat 5 waktu adalah sebagai ADJUSTMENT, dimana gelombang otak selama seharian bergerak spt kurva 'Sinusoidal' (Naik-Turun) sebagai dampak dari berbagai aktifitas yg kita lakukan. Sehingga shalat akan meng-ADJUST gelombang otak kembali ke garis NORMAL... Sementara TAHAJUD, adalah media kontemplasi diluar shalat 5 waktu itu...

Sunday, August 04, 2013

Apakah Anda Berpotensi menjadi Pemimpin?

Mari sejenak kita merenung sambil mencoba menjawab lima buah pertanyaan yang diajukan oleh Donald A.Laird, seorang psikolog, berikut ini :
1. Apakah anda mampu menegur tanpa menimbulkan kemarahan?
2. Apakah anda mampu menolak tanpa mengecilkan hati?
3. Apakah anda mampu tertawa bersama bila kelucuan itu menyangkut diri anda sendiri?
4. Apakah anda mampu memelihara semangat jika menghadapi suatu kegagalan?
5. Apakah anda mampu tenang jika harus menghadapi situasi darurat?

Pertanyaan di atas merupakan cara pengukuran yang sederhana untuk menilai apakah seseorang berpotensi untuk menjadi pemimpin. Apabila jawaban anda adalah "mampu" untuk semua pertanyaan di atas, maka anda mempunyai potensi untuk menjadi seorang pemimpin. Selamat!

Sunday, July 21, 2013

Doanya Sederhana..

Ada pertanyaan, apa doa untuk orang yg belum punya anak keturunan? Sudah 6 tahun.
Berikut ini doa sederhananya.

Untuk saudara-saudara yang punya masalah dan hajat lain, tinggal dirubah saja redaksinya.
“Yaa Allah, maafin saya dan suami/istri.
Beri kami yaa Allah, keturunan kayak yg dah pd dapet.
Bila kami ada kesalahan hingga doa terhalang, mohon dimaafkan, dan kabulkan doa kami yaa Allah.
Kami janji akan memperbaiki dan nambahin segala ibadah wajib dan sunnah2 kami.
Bakal ngebanyakin dan ngegedein sedekah kami.
Engkau teramat mampu dan kuasa bikin kami punya anak, ga ada halangan sama sekali.”

Doanya gini aja.
Tp sblm doa, pake PEMBUKA:
10 shalawat, 10 istighfar, 10 tasbih, 10 hamdalah.
Kemudian PENUTUPnya  juga demikian. 10x lagi semuanya.
Di setelah 5 waktu shalat wajib, tambah buat suami, baca doa ini, tambah pembuka&penutupnya, antara azan & iqomat.
Baca juga setelah shalat dhuha, dan tahajjud.
Jangan hanya sesekali bacanya.
Baca sekurang-kurangnya 40hari dah.
Biasanya 40 hari dah ada hasil atau dah ada tanda-tanda.
Kalo belom, ulangi lagi 40hr kedua, ketiga, keempat, dst.

Bila sdh dikabul, jangan dihentikan pekerjaan ngebagusin yg wajib dan yg sunnahnya.
Sesungguhnya, jika bersabar dan ridha, maka itulah sebaik2nya amal.
Termasuk sabar melaksanakan ibadah2, dan doa2.
Mari kita berdoa bersama-sama.

Share juga kemudian cara ini ke sebanyak-banyaknya orang lain yg belom berketurunan.
Untuk persoalan yg lain, yg belum menikah, belum bisa bayar hutang, belum punya rumah, belum punya kendaraan, belum haji, umrah, dan apa saja, termasuk pengen hidup lbh baik, dlm pekerjaan, usaha, dan beribadah, sama juga.

Ganti redaksinya saja.
Redaksi silahkan coba diperhatikan, hrs mengandung:

permohonan maaf, konten/isi doa, +puji2an.

Perhatikan “doa sederhana” yang saya bikinkan, itu mengandung itu semua.
Tambah janji sama Allah akan begini dan begitu.
Ok, laksanakan ya.
Semoga Allah memberi apa yang diinginkan dalam keadaan Allah ridho.
Selebihnya, bersabarlah.
Semua ibadah dan doa, akan menjadi amalan yang akan diambil di hari hisab kelak.

Dikutip dari : yusufmansur.com

Monday, June 24, 2013

Sistematis Terbalik...



Ada (bukan teori sih) lebih tepatnya pemahaman baru dari diriku, bahwa kita harus memandang sesuatu hal itu dengan terbalik. Maksudnya kita harus mengerti dan paham dulu hasil akhir atau output yang ingin kita dapatkan kemudian baru kita kaji secara mundur bagaimana cara, proses dan tahapan kita untuk menghasilkan hasil akhir tersebut.

Sebagai contoh jika kita akan mendapatkan suatu proyek, kita harus faham dan mengerti akan hasil akhir proyek tersebut seperti apa, hal-hal apa saja yang ingin didapatkan, apa yang diinginkan Klien.
Baru untuk mendapatkan hasil seperti yang diinginkan itu, kita akan memakai metode apa, alat yang dipakai apa saja, SDM yang terlibat siapa saja yang kompeten, dan juga tentative waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Tentunya semua sesuai dengan spesifikasi teknis yang sudah disepakati. Barulah dari situ kita kaji mundur lagi seperti dasar teori yang  dibutuhkan sesuai pekerjaan, latar belakang masalah, kenapa harus dilakukan pekerjaan itu, dsb. 

Pemikiran seperti itu dimaksudkan agar kita dapat mempunyai acuan dan bekerja secara sistematis tidak secara serabutan (acak). Dan pekerjaan kita dapat berjalan efektif dan efisien tidak ngelantur kemana-mana. Hal-hal yang tidak perlu, yang kira-kira tidak mendukung tercapainya hasil akhir tadi (biarpun hal itu bagus) tidak usah kita kerjakan karena hanya akan memperlambat system kerja kita dan bisa jadi hasil akhirnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan. 

Begitu juga dengan kehidupan dan karir pekerjaan kita. Kita harus bisa memandang jauh kedepan. Kita harus tahu/paling tidak mempunyai gambaran dan angan-angan (misal) di umur tertentu katakan (40 tahun) kita ingin menjadi apa dan memiliki kehidupan dan pekerjaan seperti apa. Kemudian umur 50 tahun bagaimana, kapan kita akan memutuskan pensiun, setelah pensiun mau ngapain. Tentunya sasaran kita harus realistis, relevan dan  berhubungan dengan keadaan kita sekarang ini. Dan semuanya tidak bisa diukur hanya secara materi saja.

Sebagai contoh : seorang field engineer (30 tahun) yang bekerja di tengah laut, dia sering meninggalkan keluarganya untuk bekerja di tengah laut, jauh dari daratan dan komunitas social. Sebagai benefitnya dia digaji sangat besar oleh perusahaannya (karena memang resiko dan lingkungan bekerjanya). Sebenarnya dia tidak terlalu enjoy dengan pekerjaannya itu apalagi sering jauh meninggalkan keluarga. Dia berpikiran untuk mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya dalam waktu 10 tahun kedepan dan berencana berhenti bekerja dan mengembangkan bisnis tertentu. Bisnis yang ingin digelutinya itu sebenarnya adalah bisnis yang dia tidak menguasainya, hanya melihat bahwa prospeknya saat ini sedang cerah. Dan juga tidak ada keluarganya yang benar-benar ahli dan mumpuni menjalankan bisnis tersebut. Sehingga sewaktu dia ingin berhenti dan menjalankan bisnis tersebut, bisnisnya tidak berjalan dan lama kelamaan bangkrut. Diapun karena tidak punya keahlian lain mau tidak mau kembali bekerja di laut.

Seharusnya jauh-jauh hari jika dia ingin menjalankan bisnis tersebut dia harus tahu siapa pangsa pasar dari produknya. Apakah produknya bisa laku, apakah ada relasi , keluarga atau kerabat yang benar-benar menguasai bisnis tersebut dan bisa menjalankannya. Mungkin lebih baik jika dia mulai belajar manajemen dan marketing secara praktis dari keseharian dalam pekerjaannya. Dari situ dia bisa tahu apa yang dibutuhkan oleh pasar dan apa yang sesuai dengan keahliannya. Kemudian setelah dia cukup relasi dan kolega serta punya hubungan marketing yang baik barulah dia mencoba mengembangkan bisnis sesuai dengan minat, kemampuan dan yang lebih penting permintaan pasar.


Menghipnotis Diri Dalam Sholat Agar Mendapat Khusyukan...

Mewujudkan kekhusyukan shalat dengan mentrance-kan diri dalam shalat. Sebab yang unik kalau dalam shalat yang terjadi bukanlah static trance seperti dalam keadaan hipnosis biasa. Dimana biasanya orang hanya relaksasi dan terdiam. Sedangkan kalau di dalam shalat yang terjadi adalah dynamic trance. Dimana seseorang seharusnya tetap mengalami trance dari setiap gerakan shalat sehingga dia memaknai setiap ucapan dan gerakan shalat.

Saya mencari literatur para sahabat dan sejarah nabi. bagaimana cara dan konsep shalat nabi. Kalau menilik shalat nabi, memang nabi sendiri tidak pernah seratus persen trance. Karena beliau pernah memendekkan shalatnya ketika mendengar tangisan anak kecil. Beliau juga pernah mendengar adanya ucapan yarhakumullah ketika ada makmum beliau yang lain bersin. Walau saya juga membaca adanya literatur yang menulis tentang seorang muslim yang terkena anak panah di kakinya yang kemudian meminta untuk dicabut anak panah tersebut ketika beliau sedang shalat. karena begitu khusyuk dan trance-nya orang tersebut shalat sehingga mengalami anastesia/kebas sehingga tak terasa ketika anak panah tersebut dicabut. Memahami literatur yang saya dapatkan, kemudian saya berfikir seharusnya shalat adalah sebuah wahana seorang muslim untuk mencapai tingkat trance tertentu, akan tetapi mungkin level trance nya yang tidak selalu harus sampai deep trance. Saya pribadi pun dengan ilmu yang saya dapatkan kemudian menelaah ilmu yang saya dapatkan dan kemudian mempraktekkan. Setidaknya ini yang kemudian saya dapatkan.

Dalam pandangan saya pribadi seseorang akan mengalami tingkat trance/kondisi hipnosa ketika mereka bisa menekankan tiga aspek dari shalat itu sendiri yaitu : Power of Fokus, Power of State dan Power behind Praying Words.

1. Power of Fokus 
Mungkin ada sahabat yang mempertanyakan, kok ketika saya shalat malahan memikirkan hal yang lain. Kenapa yah kok ketika shalat saya malah mendapatkan banyak ide. Kenapa saya tidak bisa focus dalam shalat ? Jika sahabat masih mengalami hal yang demikian. Mulai saat ini mari kita fokuskan shalat kita. Ternyata nabi kita Muhammad SAW telah memberikan cara focus dalam shalat loh. Seperti dalam beberapa hadist yang mengatakan bahwa ketika shalat hendaknya seseorang berfokus kepada tempat sujudnya. "Rasulullah tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (dalam shalatnya)" H.R. Baihaqi Ternyata ketika kita sudah tahu focus dalam shalat berada dalam tempat sujud kita. Mulailah kita ketika sedang shalat untuk mencari satu titik di tempat sujud kita untuk sebagai tempat focus. Kalau menggunakan sajadah , para sahabat bisa mencari titik mana saja di bagian tempat sujud para sahabat. Silakan konsentrasi dan tetap berfokus mata anda kepada tempat sujud anda, pada setiap gerakan shalat, kecuali ketika memasuki tahiyat akhir, ada beberapa riwayat dimana Rasulullah memindahkan focus matanya kepada jari telunjuk yang diacungkan ke depan. Mengapa focus itu perlu dalam shalat? Tentunya seperti dalam keadaan hypnosis. Diperlukan adanya kefokusan untuk membuat diri kita lebih mudah dalam menerima afirmasi / sugesti. Dengan para sahabat memfokuskan mata kepada tempat sujud, tentunya akan mempermudah informasi dan penghayatan shalat kedalam feel/perasaan anda sehingga mendapatkan kenikmatan shalat yang diinginkan

2. Power of State dan Tumma'ninah 
Mungkin telah banyak ulama yang berkali kali mengemukakan pentingnya tuma'ninah. Tapi kenapa juga yah kok masih banyak yang tidak menyadarinya. Terutama ketika pada shalat tarawih. Jangankan untuk membaca bacaan ruku atau sujud. Sedemikian singkatnya hingga tuma'ninah saja tidak sempat. Mengapa tuma'ninah itu menjadi salah satu kewajiban/rukun shalat. Kalau dalam tinjauan saya pribadi berdasar ilmu kekuatan Fikiran yang telah saya miliki, bahwasanya diperlukan jeda sejenak setiap gerakan shalat (state) sebelum menuju ke gerakan yang selanjutnya. Hal ini diperlukan dalam rangka mencapai keseimbangan dan merasakan dari suatu gerakan shalat /feeling of Praying state. Tentunya para sahabat telah memahami betapa beda feel yang seseorang alami ketika sedang sujud dibandingkan ketika dia duduk. Nah ,tuma'ninah itu sendiri berguna supaya seseorang bisa merasakan feel dari sujud. Dimana ketika kita sedang sujud dan melakukan tuma'ninah maka feel merendahkan diri dihadapan Allah dalam fikiran kita pun barulah muncul. Nah sekarang bagaimana feel dari shalat mau kita dapatkan kalau tuma'ninah malah menjadi hal yang selalu diabaikan dari shalat kita. Sehingga ketika kita sudah memahami hal ini, semoga kita bisa bersama-sama memperbaiki shalat kita dengan mengedepankan tuma'ninah. Yang harus diperhatikan lagi, untuk diluruskan bahwasanya bacaan ruku dan sujud itu adalah sunnah sedangkan Tuma'ninah adalah RUKUN. Sehingga kalau kita sedang shalat berjamaah dengan imam yang shalatnya menggunakan gigi 5, mungkin ada baiknya kita mengedepankan dalam rukuk dan sujud untuk melakukan tuma'ninah daripada bacaan shalat. Hal ini pun juga disepakati oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal selaku Ustadz Pengasuh Milist Pengusaha Muslim. Cara Tuma'ninah bisa dilakukan dengan berhenti sejenak untuk merenungkan dan merasakan esensi gerakan shalat pada saat itu. Mungkin akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan melakukan pernafasan perut yang membuat proses Tuma'ninah menjadi semakin santai dan semakin rileks sehingga proses perenungan akan cepat mendapatkan esensi dari gerakan shalat Semoga dengan kita memperbaiki tuma'ninah kita, semoga feeling/ rasa/ kenikmatan dari setiap gerakan shalat bisa kita rasakan.

3. Power Behind Praying Words 
Setelah kita mulai merasakan indahnya atau kenikmatan dari setiap gerakan shalat. Marilah kita mulai untuk merasakan indahnya makna dari setiap bacaan shalat. - Niat : Mari kita memulai shalat dengan niat yang baik. Segala sesuatu tentunya berawal dari niat. Ketika shalat kita telah diniatkan untuk Allah, pastinya akan mempermudah kekhusyukan kita beribadah kepadaNya. Inti dari Niat bukanlah dengan kata-kata "ushali fardlu ... " akan tetapi yang utama adalah ketika kita meniatkan kita memahami dan merasakan makna bahwa kita sedang memulai shalat kepada Allah SWT - Surat Al Fatihah. Alangkah indahnya ketika kita mengerti bahasa Arab. Namun untuk para sahabat yang belum mengerti bahasa Arab, ketika kita mengucapkan atau mendengarkan surat Al Fatihah sambil mata kita terfokus dengan tempat sajadah, para sahabat bisa menghayati bahwasanya di dalam surat Al fatihah ada beberapa kandungan makna mendalam untuk setiap ayatnya Yaitu dalam Lima ayat pertama adalah proses pendekatan kita kepada Allah. Dimana dalam Lima ayat pertama adalah proses kita memuji dan memuja kebesaran Allah. Melalui namanya, Melalui kebesarannya. Kalau dalam NLP, proses ini dinamakan Pacing kita kepada Allah SWT. Sedangkan dalam dua ayat sisanya yaitu pada ayat ke Enam, "Ihdinassiratal Mustaqiim" dimana pada ayat itu kita memulai Leading, atau meminta pengharapan kepada Allah SWT, melalui permintaan kita untuk mendapatkan jalanan yang lurus yang kemudian dilanjutkan pada ayat ke Tujuh nya kita meminta untuk dihindari dari jalan yang sesat dan jalan yang tidak diridhai oleh Allah. Untuk khusus kajian surat Al fatihah yang mendalam mungkin akan saya bahas dalam tulisan saya selanjutnya - Surat Al Quran Pilihan Ketika para sahabat sudah mengerti arti dari masing-masing ayat, alangkah indahnya ketika kita membaca atau mendengar membuat kita semakin hanyut dan memaknai kata setiap katanya. Namun hendaknya ketika dalam berjamaah yaitu ketika imam membaca surat pilihan dan kita tidak mengerti maknanya hendaknya untuk tetap menyimak dan mendengarkan bacaan AlQuran tersebut. Hindarilah kita kemudian membaca surat tandingan yang kita hafal. Sebab dikhawatirkan malah merusak konsentrasi dari shalat kita sendiri nantinya - Bacaan Ruku Ruku adalah kondisi dimana kita membungkukkan badan seperti halnya orang jepang membungkukkan badan kepada orang yang mereka hormati. Selain merasakan esensi penghormatan diri kita kepada Sang Pencipta, dalam proses rukuk sambil membaca bacaan Ruku dan tuma'ninah, dimana dalam bacaan tersebut kita sedang mengagungkan kebesaran Allah. - Bacaan Itidal Selesai kita ruku dan kembali berdiri sambil mengucapkan Sami Allahu liman hamidah . yang memiliki makna "Semoga Allah mendengar siapa yang memujiNya. Dimana ada proses pengharapan dari kita bahwa Allah mendengar pujian kita ketika tadi mengagungkan Nya dalam proses Rukuk. Setelah tegak berdiri dan I'tidal disambung dengan pujian kembali Rabbana wa Lakal Hamd, (Rabbku dan segala puji bagiMu) - Bacaan Sujud Ketika kita meletakkan Tujuh anggota tubuh, Dahi dan Hidung, Dua telapak tangan, kedua lutut dan kedua kaki. Semoga dengan posisi sujud yang baik dan tepat, perlahan kita merasakan feeling dari sujud. Dimana pada posisi ini kita menyembah dan merendahkan diri di hadapan Allah. Meletakkan bagian mulia manusia bernama kepala kepada bagian terendah untuk disejajarkan dengan kaki di lantai. Nuansa kerendahan hati, nuansa kepasrahan semoga terasakan bagi kita yang melakukan sujud dengan kesungguhan dan bukan karena ketergesaan Sambil merasakan kenyamanan sujud hendaknya kita memaknai bacaan sujud dimana pada saat itu kita Meninggikan posisi Allah di hadapan kita. - Bacaan Duduk diantara dua sujud Setelah bangun dari sujud , marilah kita berdoa dengan kesungguhan. Selesai merasakan indahnya sujud dengan kerendahan hati kita duduk untuk merenung dan berdoa kepada Allah untuk mengampuni dosa, menyayangi diri, mencukupkan hidup, meninggikan derajat, memberikan rizki, petunjuk, kesehatan dan ampunan dari dosa-dosa. Ketika duduk diantara dua sujud adalah proses Leading setelah kita Pacing dengan Sang Pencipta. Proses pengharapan/permintaan setelah kita memuji dan memuja Allah dalam Sujud. Semoga dengan doa yang terucapkan dan terhayati memudahkan doa tersebut dikabulkan oleh Allah - Bacaan Tahiyat Setelah menyelesaikan dua rakaat setelah sujud kedua, perlahan kita pun memasuki proses bacaan tahiyat. Dimana proses tahiyat adalah proses Penghormatan, pemuliaan kepada Allah. Dilanjutkan dengan pengharapan keselamatan dan pengucapan syahadat, dimana pada saat Tahiyat ini kita diminta untuk melakukan perbaruan syahadat kita. Memperbaiki keislaman kita. Dengan merenungi bahwa dengan memperbaiki niat dan mengikrarkan kembali keislaman kita yang memantapkan kita hidup dalam nuansa islam. - Bacaan Salam Selesai kita menunaikan shalat kita, kita menutup penghambaan kepada Allah dengan mendoakan keselamtan untuk yang ada di sebelah kanan dan sebelah kiri kita baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat semoga Rahmat Allah kepadanya.
Penutupan shalat dengan salam, adalah wujud implikasi dan memiliki hakikat bahwasanya seseorang yang telah menunaikan shalat hendaknya membuat seseorang senantiasa memberikan kebaikan kepada orang lain dalam kehidupannya, mendoakan orang lain supaya berada dalam rahmat Allah SWT.
Ketiga kekuatan dalam shalat, : Kekuatan Fokus, Kekuatan Pemaknaan Gerakan Shalat& Tuma'ninah dan Kekuatan Pemaknaan Bacaan shalatlah yang ternyata membawa jutaan orang merasakan khusyuknya dan kenikmatan shalat.

Sumber : A.Setiawan ,CH, CM.NLP (Trainer and Therapist)

Monday, April 22, 2013

Kesejahteraan Psikologis...

Tidak seorang pun yang menginginkan hidupnya dalam tekanan, kesulitan, dan tidak bahagia. Namun dalam realitasnya, tidak sedikit orang-orang yang hidupnya selalu merasa tertekan, baik karena soal materi yang dirasa tidak berkecukupan dan atau juga malah karena persoalan nonmateri. Kenapa orang-orang yang pada dasarnya berkecukupan tetapi masih saja terus merasa kekurangan. Orang-orang yang stress mengejar uang, tanpa merasa puas dengan apa yang dimiliki. Pendeknya, akan dibahas persoalan materi yang berbanding terbalik dengan tingkat kebahagiaan. Apa sebabnya? Sebabnya adalah, karena sebagian orang menganggap kesejahteraan materi lebih tinggi ketimbang kesejahteraan psikologis. Padahal mestinya, yang paling tinggi derajatnya adalah kesejahteraan psikologis sehingga pada gilirannya bisa merasa bahagia dengan apa yang dimilikinya, termasuk harta benda, berapa pun nilainya.

TUJUAN HIDUP

Adalah benar, setiap orang memiliki tujuan hidup. Yang paling umum bahwa tujuan hidup itu adalah mendapatkan kebahagiaan lahir batin. Dalam konteks kebahagiaan lahir tentu saja adalah keinginan agar hidupnya memiliki harta berkecukupan, jika tidak ingin disebut berlimpah harta. Namun, pertanyaannya, apakah setelah memiliki harta yang cukup maka hidupnya akan lebih bahagia secara batin? Lebih dari itu, apakah dalam PROSES MENCAPAI TUJUAN BERUPA HARTA YANG CUKUP DIJALANI DENGAN RASA YANG BAHAGIA? Atau sebaliknya.

Realitas menunjukkan sebagian orang merasa tidak bahagia ketika menjalani proses untuk mencapai tujuan hidupnya. Kenapa bisa demikian? Ada beberapa sebab.

Pertama, keliru dalam menafsirkan bahwa kebahagiaan berbanding lurus dengan harta yang dimiliki. Apa maksudnya? Saat ini rata-rata orang Indonesia penghasilan perbulan Rp 3 juta. Artinya, jika pendapatan kita sudah di atas Rp 3 juta, sebenarnya sudah berada di atas rata-rata. Namun, tentu saja setiap orang mempunyai kriteria masing-masing. Ada yang menginginkan pendapatan perbulan jauh di atas itu. Dan lebih dari itu, ada yang berupaya agar harta bendanya terus bertambah. Lalu, semakin banyak harta dianggap semakin bahagia. Pertanyaannya, apakah memang demikian? Jawabannya adalah tidak. Target pendapatan dan harta itu bukanlah tujuan utama dalam kehidupan. Yang utama adalah bagaimana agar tidak miskin. Dan ketika penghasilan sudah di atas rata-rata orang lain, bukankah itu sudah cukup untuk memberikan rasa bahagia? Nyatanya tidak demikian. Banyak orang terus berlomba-lomba mengumpulkan harta. Dan ketika perlombaan dimulai, di situlah rasa stress dan tertekan mulai muncul. Perasaan seperti itu akan terus ada selama merasa belum cukup dengan harta yang dimiliki. Dengan kata lain, proses mengejar harta akhirnya sama sekali tidak menimbulkan rasa bahagia. Oleh karena itu, memaknai rasa bahagia dengan harta yang dimiliki bukanlah mencari harta sebanyak-banyaknya, melainkan MENSYUKURI HARTA yang sudah dimiliki.

Kedua, keliru dalam menafsirkan bahwa harta dan asset adalah segala-galanya dalam hidup. Ketika seseorang melakukan investasi, misalnya, dan investasi tersebut mengalami kegagalan sehingga harta yang sudah dimiliki berkurang, maka tidak sedikit kalangan yang langsung merasa stress berat. Seolah-olah hidup sudah berakhir. Merasa menyesal. Menyalahkan diri sendiri dan lain sebagainya. Termasuk mungkin yang lebih berat, bisa mengalami tekanan jiwa. Apakah memang harus demikian? Jawabannya juga tidak. Kehilangan harta akibat gagal berinvestasi bukanlah akhir dari segalanya. Artinya, hal semacam itu selayaknya dimaknai dengan rasa ikhlas. Hal semacam itu merupakan pembelajaran untuk lebih berhati-hati dalam berinvestasi dan memiliki keyakinan bahwa harta yang hilang, suatu ketika bisa diraih kembali. Ringkasnya, harus ada RASA IKHLAS terhadap peristiwa yang dialami.

Ketiga, kebahagiaan termasuk melalui kesejahteraan lahir dan batin, hakikatnya adalah permainan pikiran (mind games). Rasa marah, rasa kesal, rasa sedih, sesungguhnya merupakan dorongan emosional yang bisa dikelola oleh pikiran. Hal yang sama – menurut para ahli – juga berlaku dalam menstimulasi rasa bahagia atau tidak bahagia. Dengan kata lain, KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS sebenarnya TIDAK BERHUBUNGAN langsung dengan HARTA atau ASET yang dimiliki, tetapi lebih pada KEMAMPUAN MENGELOLA PERASAAN dan PIKIRAN alias MIND GAMES. Tentu saja, apa yang dipaparkan di atas memang bukan sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan. Kehidupan seseorang mulai dari lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, bekerja dan seterusnya pasti memberi pengaruh dalam membentuk karakter dan pola pikir. Namun, dalam hidup ini juga dipahami bahwa tidak ada yang tidak bisa diubah. Perubahan merupakan keniscayaan yang terjadi setiap saat.

Jadi, jika anda belum merasa bahagia dengan kekayaan yang dimiliki atau kesejahteraan lahiriah kita belum memunculkan kesejahteraan psikologis, solusinya bukanlah dengan menambah harta sebanyak-banyaknya, apalagi kalau prosesnya malah menimbulkan tekanan batin. Solusinya adalah dengan MENGUBAH CARA BERPIKIR BAHWA HARTA YANG BANYAK BUKANLAH TUJUAN HIDUP, MELAINKAN HANYA SEBAGAI SARANA UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN BATINIAH. Dan semua itu merupakan permainan pikiran.

Dirangkum dari : Elvyn G Masassya, Rubrik Investasi, Harian Kompas, Minggu 21 April 2013

Tuesday, March 19, 2013

Manajemen Kerugian...

Penerimaan nasib akan membuat hati menjadi lebih tentram, termasuk penerimaan kesalahan, dan penerimaan salah. Masih dalam mempelajari petikan hikmah dari kegagalan mengelola nikmat hidup, atau petikan hikmah dari pengalaman mengalami kesulitan hidup — apapun kejadiannya; ujiankah atau azab –, hendaknya kita benar-benar bisa membangun kepasrahan, keikhlasan dan kesabaran. Bila kesulitan kita sebab ujian, ya kita terima dengan ikhlas, dan kita pasrahkan kepada Allah yang pasti sudah mengatur yang terbaik. Dan bila kesulitan kita sebab azab, maka kita ikhlaskan juga untuk menerima apapun resiko hukumannya, dan kita pasrahkan pula masa depan kejadian kepada Allah.

Toh kita tahu bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Sayang. Masa iya Dia lama-lama menenggelamkan kita di lautan kesulitan, di lautan kesedihan dan penderitaan? Kecuali kita memang senang ditenggelamkan! Berbicara mengenai kepasrahan, maka hal ini adalah jauh lebih baik daripada mengeluh. kepasrahan akan mententramkan hati, apalagi bila menghadapi permasalahan yang tidak terpecahkan atau belum terselesaikan. Kepasrahan terbaik adalah kepasrahan dengan menyandarkan segenap permasalahan kepada Sang Pencipta, dengan berdo’a, shalat, sabar atau dengan jalan apa saja yang bisa ‘mencuri’ perhatian-Nya. “Jika Allah berkehendak menolong kamu, maka tidak ada satu pun yang bisa mengalahkan kamu, sebaliknya, jika Allah membiarkan, maka siapakah yang dapat menolongmu selain Allah tentunya. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin berserah diri.” (Âli ‘Imrân: 160). “Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan melalui kesabaran dan shalat…” (al-Baqarah: 45). Di antara makna sabar adalah menerima apapun kejadian dengan hati lapang, hati ikhlas dan percaya bahwa Allah ada di balik semua hal. Kelapangan dan keikhlasan dalam menyikapi problematika kehidupan akan membuat hati menjadi rileks dan pikiran menjadi jernih. Sedangkan shalat dalam makna seluas-luasnya adalah menundukkan hati, pikiran dan jiwa raga kepada Allah, Tuhan Penguasa Alam. Siapa saja yang mengharapkan pertolongan Allah, sebisa mungkin menjaga agar hal-hal negatif tidak terulang lagi dan kemudian berbuat sebanyak mungkin amal kebajikan. Inilah juga sebagian dari materi manajemen kerugian, manajemen kekecewaan, yang sebagian besarnya banyak dikupas nanti pada judul “Cahaya Seribu Lilin”. Seseorang yang sedang mengalami keterpurukan dan ketersudutan, tetapi ia bisa menerimanya dengan tingkat keikhlasan yang tinggi, apalagi dibarengi dengan kesadaran bahwa apapun yang terjadi adalah kebaikan baginya, dan penerimaan resiko; maka keterpurukan dan ketersudutannya itu bukanlah kerugian adanya. Apalagi bila kemudian dalam masa tersebut, ia mau memperbaiki dirinya dengan memantapkan niat mengayuh kehidupan baru, dengan semangat baru, dan dengan motivasi baru, yang ia sandarkan pada kebaikan hubungan baik dengan Allah dan sesamanya. Bisa dipastikan, kebaikan demi kebaikan berupa perubahan suasana kehidupan akan segera menghampiri. Sebaliknya, siapa saja yang tidak bisa mengelola sebuah musibah, tidak bisa mengelola sebuah kejatuhan dan kepahitan, maka akan berlipat-lipat kerugian yang dialaminya.

Contoh sederhana misalnya, seseorang bangkrut, lalu ia tidak bisa menerima kebangkrutannya secara sewajarnya, dalam artian putus asa, biasanya ia akan lama sekali terkungkung dalam kebangkrutannya, apalagi bila ia alihkan kekecewaannya ke hal-hal negatif. Kerugian yang ia alami minimal dua kali. Pertama, rugi karena kebangkrutannya. Kedua, rugi karena kehilangan motivasi dan harapan. Awali dulu dengan penerimaan nasib. Ya, penerimaan nasib atau penerimaan keadaan adalah awal yang baik untuk mengelola sebuah keterpurukan, ketersudutan, kejatuhan, kepahitan, musibah, atau apapun namanya yang berupa kesusahan. Selanjutnya adalah membangun motivasi kembali dan mengumpulkan secercah demi cercah harapan-harapan baru; lewat kekuatan muhasabah, inabah dan amal saleh. Saya sebut sekali lagi statement berikut ini; bahwa hal-hal yang positif, akan menjadi kekuatan positif tersendiri dari dalam jiwa. Dan biasanya, akan muncul energi-energi positif yang akan membawa kita menemukan sisi-sisi positif yang sempat ‘tercuri’ akibat gelapnya mata, gelapnya hati. Minimal hati bisa lapang dan ceria dalam kesempitan dan kedukaan. Minimal juga ketenangan bisa menghias kehidupan saat permasalahan memang sedang dicarikan jalan keluar. Maka jangan aneh, bila kemudian kita dengar, kita lihat, atau kita baca, kisah seorang manusia yang bangkit dengan amat sangat luar biasa, setelah keterpurukan yang menurut ukuran manusia ia tidak bisa bangun lagi. Mereka inilah orang-orang yang menemukan kembali kesejatian dirinya, Jangan kaget pula bila kita mendengar kisah heroik yang mengharu biru, lahir dari kisah perjalanan seorang manusia yang pernah terlempar dari kehidupan normal. sebagai manusia yang dianugerahi Allah pengontrolan penuh kedua — setelah Allah — terhadap nasib dan kehidupannya sendiri. Ya, ada banyak cerita sukses, cerita jaya, terbangun setelah kegagalan yang datang bertubi-tubi tanpa kompromi, terbangun setelah kejatuhan yang mungkin bisa menghempaskan seekor burung dari langit. Inilah mungkin sebagian maksud Allah ketika Dia meminta kita semua untuk tidak pernah putus asa dari rahmat-Nya, apapun kejadiannya, dan mengingat bahwa ada Dia di balik semua hal yang Dia permaklumatkan di sini sebagai Tuhan Yang Maha Menutup segala lembaran kelam dan Maha Penyayang. “Katakanlah, Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu putus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah akan menutup semua kesalahan-kesalahan. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (az Zumar: 53). Dikutip dari website yusufmansur.com

Wednesday, January 16, 2013

7 Cara Menghindari Konflik Fisik

Pecinta bela diri, seorang bijak pernah berkata,"Hidup adalah pilihan". Di dalam latihan bela diri, kita belajar untuk menang bertarung. Di antara teknik-teknik yang kita latih, ada yang bersifat fatal dan ada yang tidak. Ada banyak pilihan yang bisa kita ambil untuk menang atau selamat di dalam pertarungan sesungguhnya. Namun untuk menyederhanakannya, inilah pilihan yang mungkin kita ambil: 
1. Membunuh atau mencederai lawan 
2. Melumpuhkan atau melucuti senjata lawan tanpa mencederai 
3. Tidak berkelahi (membujuk lawan, masuk ke ruangan, mengabaikan, dan lain-lain) 
4. Melarikan diri.

Pilihan yang kita ambil sangat bergantung pada situasi yang kita hadapi. Anda hendaknya memvisualisasikan (membayangkan seolah-olah terjadi) berbagai macam keadaan pertarungan di benak Anda, sekaligus memvisualisasikan apa yang Anda lakukan untuk mengatasinya. Latihan visualisasi begitu penting karena di dalam perkelahian sebenarnya hampir tidak ada waktu untuk berpikir. Apa yang Anda kerjakan bersifat spontan dan didapat dari alam bawah sadar.

Anda. Pecinta Bela Diri juga merupakan Pecinta Perdamaian. Walaupun kita petarung yang terlatih baik, kita bertarung hanya karena terpaksa. Seandainya mungkin, semua pertarungan dihindari dan diselesaikan baik-baik. Ada 2 alasan mengapa konflik fisik sebaiknya dihindari. Pertama, pertarungan fisik itu menyakiti badan. Setidak-tidaknya membuang napas dan tenaga yang tidak perlu. Kedua, pertarungan itu melanggar hukum. 

Berikut adalah beberapa cara menghindari konflik fisik:
1. Mengabaikan. Mungkin Anda pernah mengalami hal ini. Ketika berjalan kaki, beberapa remaja sok jagoan mengejek Anda dan menantang berkelahi. Anda tak perlu melayani provokasi semacam ini. Toh walaupun Anda menang berkelahi, orang-orang takkan menyebut Anda jagoan. Malah Anda bisa dianggap sama bodohnya dengan mereka yang menantang Anda.
2. Masuk ke Dalam Ruangan. Ini metode yang sangat efektif untuk menghindari konflik. Ketika Anda melihat gejala pertarungan, Anda bisa masuk ke dalam ruangan dan mengunci pintu seandainya ada ruangan tersedia. Dinding ruangan akan menghalangi calon lawan untuk menyentuh badan Anda.
3. Membujuk Lawan Tidak mungkin orang ingin berkelahi jika tidak ada yang membuatnya marah atau kesal. Bila Anda mengetahui hal tersebut, Anda bisa membujuk lawan. Bila itu salah Anda, Anda mestinya berjiwa besar dan meminta maaf. Bila tidak, katakanlah bahwa tindakan Anda tersebut tidak Anda maksudkan untuk membuatnya tersinggung.
4. Bertindak Tegas. Namun bila Anda sudah berbicara baik-baik dan lawan tampaknya masih memaksa untuk bertarung, ambillah tindakan tegas. Katakan," Maaf, saya tak ingin berkelahi" atau "Saya tak ingin membahasnya lagi" maupun kalimat tegas lainnya dan tinggalkanlah lawan. Tindakan tegas semacam ini akan mematahkan 'semangat' berkelahi lawan dan mencegah konflik fisik
5. Melarikan Diri. Bila Anda melihat bahaya, misalnya puluhan orang bersenjata ingin membunuh Anda, lebih baik Anda melarikan diri. Melarikan diri bukanlah tindakan pengecut, sebab hakikat bela diri hanyalah untuk membela diri. Bila sudah ada niat membalas atau menyakiti, itu bukan bela diri lagi namanya. Selain itu, di mata hukum, bila Anda sudah melarikan diri dan dan tidak punya pilihan lain kecuali bertarung, barulah pembelaan diri Anda diterima di mata hukum. Hukum Indonesia menganjurkan untuk melarikan diri terlebih dahulu. 

Demikianlah beberapa cara untuk menghindari konflik fisik. Mudah-mudahan ada gunanya bagi para pecinta bela diri.

7 Cara Bagaimana Memperoleh Sifat Berani

Bela diri tidak hanya mengajarkan kuat fisik dan pandai bertarung, tapi juga sejumlah sikap mental. Salah satu di antaranya adalah berani. Kita sudah membahas pengertian dan ruang lingkupnya di artikel saya dahulu, tetapi kita belum membahas faktor-faktor penyebabnya. Kali ini kita akan membahas secara rinci masalah ini.
Menurut pendapat saya ada 3 faktor penyebab manusia menjadi berani mengadakan kontak fisik. 
Pertama, merasa punya kelebihan dibanding lawannya. Misalnya merasa fisiknya lebih kuat. Merasa punya senjata yang hebat. Merasa punya ajian seperti ajian kebal atau tenaga dalam. Atau merasa punya kepandaian bela diri. Dan masih banyak kelebihan lainnya yang menyebabkan manusia menjadi berani.

Kedua, menang jumlah. Secara psikologis, manusia jadi berani kalau berjumlah banyak. Misalnya lawannya cuma 1 orang, sedangkan ia dan teman-temannya 10 orang. Jumlah salah satu hal atau faktor yang menyebabkan manusia jadi berani. 

Ketiga, ia berani karena mengira lawannya takut terhadapnya. Walaupun terdengar aneh, saya melihat ini pernah terjadi. Sekarang mari kita dalami masalah ini. 

Berani yang disebabkan faktor ketiga adalah berani yang bodoh, karena didasarkan pada anggapan yang belum tentu benar. Jika ternyata lawannya tidak takut, otomatis keberaniannya lenyap dengan sendirinya. Sedangkan berani yang disebabkan faktor kedua adalah berani yang relatif atau tidak tetap. Jika ia terpisah dari teman-temannya, maka keberaniannya juga akan lenyap. Jadi praktisi bela diri, berani karena faktor pertama-lah yang terbaik karena bersifat tetap dan logis. Kita tidak takut bertarung dengan siapapun dalam situasi apapun, karena kita mempunyai kelebihan berupa kepandaian bela diri. Kita terlatih baik untuk bertarung di dalam berbagai situasi dan kondisi. Jadilah berani karena Anda adalah seorang ahli bela diri.