Wednesday, June 22, 2011

Acuan...

Dalam dunia pekerjaan geodesi praktis atau surveying, terutama pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan penentuan posisi di suatu tempat, "Acuan" merupakan hal yang sangat penting. Acuan sangat penting jika kita akan mengaplikasikan suatu rencana pekerjaan yang di design diatas peta (gambar)ke dunia nyata, betapa fatalnya jika alat receiver GPS dan parameter geodesi yang kita gunakan tidak kita verifikasi dan kita cek kebenarannya terlebih dahulu sebelum siap digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan. Penentuan lokasi yang tidak ada acuan berupa objek-objek alami seperti di tengah laut yang arah utara, timur, selatan dan barat semua sama secara visual dan besar kemungkinan kita bisa nyasar berpuluh hingga beratus meter dari yang seharusnya jadi tujuan kita.

Dalam penggunaan alat-alat survey pun kita tetap memperhatikan pentingnya akurasi. Betapa proses kalibrasi dan verifikasi alat survey yang akan digunakan menjadi suatu prosedur baku untuk memastikan bahwa alat tersebut dalam kondisi baik dan siap digunakan. Kalibrasi dan verifikasi merupakan proses membandingkan data hasil ukuran atau data rekaman dari alat survey dengan menggunakan "acuan" suatu nilai yang sudah dianggap benar. Lagi-lagi "acuan" menjadi suatu hal yang penting. Sebagai contoh jika kita akan menggunakan GPS untuk pekerjaan penentuan posisi di laut maka kita wajib melakukan verifikasi alat tersebut di suatu titik kontrol (benchmark) yang dijadikan acuan dan mempunyai koordinat yang sudah diterima kebenarannya. Hal tersebut untuk meyakinkan bahwa alat tersebut dan sistem koordinat yang kita gunakan sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dan untuk menghindari kesalahan posisi yang dapat berakibat fatal untuk pekerjaan-pekerjaan disiplin bidang profesional yang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari pun seharusnya kita berpegang teguh pada "acuan" nilai-nilai dan peraturan hidup yang sudah ada di masyarakat. Sebagai contoh kita sebagai umat muslim wajib melakukan tindakan-tindakan kita berdasar acuan kitab suci Al-Quran dan sunah Rasul yang sudah terbukti keshahihannya. Dalam kehidupan bermasyarakat pun kita menggunakan "acuan" norma-norma yang sudah ada dan peraturan-peraturan yang sudah dibuat pemerintah. Sehingga diharapkan kehidupan kita tidak "melenceng" jauh dari hal-hal yang buruk dan senantiasa terkontrol.
Wallahu'alam.

Makna Bekerja...

Apa jawaban anda jika anak anda bertanya, “Mengapa Ayah atau Ibu harus bekerja?” Lazim kita sebagai orang tua menjawab, “Mencari uang!”  Jawaban ini tentu saja logis dan masuk akal, tetapi betulkah prioritas dan alasan kita bekerja membanting tulang dan memeras otak semata mencari uang? Bukankah kegiatan mencari uang bisa terdengar sumbang jika uang yang berjumlah jutaan, miliaran, bahkan triliunan rupiah merupakan hasil korupsi atau rekayasa. Jika uang diperoleh, tetapi kualitas hidup dan karakter pribadi tidak menjadi lebih baik, serta ada pihak-pihak yang dirugikan, masihkah bermakna kerja yang kita lakukan?

Banyak orang tidak bisa membayangkan untuk apa uang miliaran atau triliunan dimiliki dan dibelanjakan. Kita juga sering menyaksikan betapa orang yang “berada”, bermobil keren, memakai barang-barang branded, diperlakukan dengan lebih respek dan diberi ruang lebih terhormat di masyarakat. Orang-orang merasa kekurangan uang terus dan mengeluarkan pernyataan bahwa kebutuhan tidak ada habisnya. Betapa kadang perbedaan antara kebutuhan dan keinginan itu menjadi absurd, sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan dan hanya kita inginkan tetapi karena tertutup nafsu sehingga semuanya seolah-olah menjadi kebutuhan kita dan harus kita miliki. Betapa kita kadang menjadi konsumtif terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan. Dengan tawaran-tawaran pinjaman tanpa agunan, mudahnya berbelanja dengan kartu kredit, gadget teknologi yang selalu baru, orang jadi lupa untuk mempertanyakan keberadaannya di dunia ini, apa misi dan tujuan hidupnya, apa makna hidup dan makna bekerja. Bila tidak pernah memahami hubungan kita dengan uang dan harta, kita tidak pernah mengenal diri sendiri.

Konsep sukses dari dulu dan bahkan sampai sekarang pun tidak bisa kita samakan dengan banyak uang saja. Orang bisa dikatakan sukses bila ia jelas-jelas menyadari dan menggunakan semua fungsi, semua bagian dan seluruh kapasitas dalam dirinya untuk kebaikan orang lain dan masyarakat, bukan semata untuk kepentingan dirinya pribadi. Dalam mengembangkan diri menjadi karakter yang utuh barulah seseorang bisa merasakan kenikmatan, perjuangan dan tantangan dalam bekerja.  Seorang pengusaha yang sukses berkata, “Saya tidak bisa membayangkan punya uang bermilyar-milyar rupiah. Hal yang saya kejar dan upayakan hanya prestasi”.

Seseorang yang mendapatkan promosi atau kenaikan gaji dengan berjuang keras dan  berkompetisi, memiliki pengalaman mengerahkan sumber daya, melatih nyali, bahkan menguji hati nurani. Kenikmatan hasil jerih payahnya ini tentu tidak semata karena akhirnya ia meraih jabatan atau uang, tetapi juga karena pematangan kepribadian. Demam masyarakat dalam dunia yang serba instan inilah yang kadang mempengaruhi mental dan spirit kita untuk berbuat instan juga tanpa memperhatikan pentingnya sebuah proses kehidupan.

Kita memang tidak bisa menghindari kebutuhan kita akan uang. Terlepas dari kebutuhan orang untuk memenuhi rasa amannya melalui pemilikan rumah atau kendaraan yang memadai untuk mendukung aktivitas sehari-harinya, kita juga perlu merancang kualitas perbaikan hidup sambil berjalan. Bila selama ini ingin lebih dan lebih, kita perlu member penekanan pada kualitasnya. Bukan sekedar bekerja dengan melihat hasil akhir, tetapi justru memahami mengapa orang lain lebih bijak, lebih berkualitas kerja, dan lebih efisien.