Monday, December 03, 2012

Pengeluaran Keluarga itu Berbanding Lurus dengan Pendapatan dan Gaya Hidup

Ada kisah menarik mengenai judul diatas. Profesi saya sejauh ini menyebabkan saya banyak berhubungan dengan kehidupan pelaut. Sering saya mengamati, beriteraksi dan sharing dengan orang-orang dengan profesi tersebut. Berbicara mengenai uang tentunya bukan hal masalah bagi mereka. Seorang 2nd officer di sebuah kapal survey asing katanya bisa mendapatkan sampai 50-70 juta rupiah setiap bulannya. Mereka rata-rata dalam setahun bisa bekerja di kapal selama 9-10 bulan dan hanya 3 bulan berada di rumah. Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan seperti itu, tentunya berdampak terhadap keluarga dan anak-anak. Saya yakin setiap lelaki yang normal tidak akan ada yang mau jika disuruh memilih untuk berprofesi seperti itu. Tetapi mungkin karena mereka memang memiliki background pendidikan ke arah sana jadi mau tidak mau ya harus menjalani profesi seperti itu sekarang. 

Dengan gaji sebesar itu dan untuk biaya hidup keluarga di Indonesia bahkan kebanyakan keluarga mereka tinggal di daerah, tentunya sudah sangat-sangat berlebih jika untuk konsumsi sehari-hari dan seharusnya ada banyak uang sisa yang bisa ditabung atau diinvestasikan. Tetapi kenyataanya, karena sudah terbiasa dengan pendapatan yang sangat besar itu mengakibatkan gaya hidup keluarga juga ikut tinggi. 

Disinilah peran kepala keluarga sebagai pencari nafkah dan peran istri yang mengelola keuangan keluarga sangatlah penting. Jika suami-istri dengan pendapatan yang sangat besar tersebut bisa menerapkan gaya hidup yang wajar dan bisa mengalokasikan dana untuk investasi ataupun usaha sampingan maka suaminya bisa mencari pekerjaan yang lain atau bisa merencakan untuk berhenti menjadi pelaut. 

Saya pernah ngobrol dengan seorang 2nd officer sebuah kapal survey asing, Beliau berencana mengambil sekolah lagi untuk naik menjadi ANT 2. Beliau berkata jika mengambil sekolah lagi selama kurang lebih satu tahun maka beliau akan kehilangan 700juta rupiah karena tidak bekerja (bisa dibayangkan dalam waktu sekitar 10 bulan di kapal maka perbulannya gajinya sekitar 70juta rupiah,….wuihhhh) tetapi jika beliau mengambil sekolah tersebut maka gaji beliau bisa naik sekitar 400juta rupiah setiap tahunnya. Masalahnya ada pada biaya hidup keluarga, beliau mengirim uang ke istri berkisar 50-60juta perbulan. Uang saku anak-anaknya pun dikasih 5juta perbulan. Benar-benar pengeluaran bulanan yang sangat besar. Beliau berkata untuk meneruskan sekolah yang berarti kehilangan pekerjaan sementara selama setahun, harus mempersiapkan minimal 500juta rupiah untuk keperluan keluarga setahun selama dia tidak bekerja. Yang berarti pengeluaran keluarga dalam sebulan sekitar 40juta rupiah. Luar biasa… 

Kehidupan para pelaut identik dengan kehidupan negatif (maaf sebelumnya…) walaupun tidak semuanya. Tetapi selama pengamatan saya mereka memang mudah berhubungan dengan kehidupan seperti itu. Kehidupan yang tidak mengikuti ajaran agama, minuman, perempuan dan hal-hal jelek lainnya. Walaupun secara materi mereka lebih dari cukup tetapi secara moral dan agama bisa dibilang berbanding terbalik. Tetapi sekali lagi tidak semua seperti itu, ada juga pelaut yang tetap rajin menjalankan shalat, bahkan saya pernah menemui seorang barge master yang notabene pelaut juga tetapi sudah melaksanakan ibadah haji, Subhanallah… 

Andaikata mereka tetap dekat dengan Tuhan, rajin melaksanakan ajaran agama, tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang agama. Paling tidak mereka bisa dibukakan petunjuk dan jalan agar bisa menggunakan materinya secara bijak. Karena menurut penulis gaji besar yang didapat adalah sebanding dengan pengorbanan waktu dan tempat karena tidak bisa mendampingi dan berkumpul dengan keluarga dan anak-anaknya setiap hari. Jika kita tidak bijak dan pintar mengelola keuangan hal tersebut seperti lingkaran setan yang susah bagi kita untuk keluar dari lingkaran tersebut. 

Ada tetangga penulis yang sebelumnya bekerja di sebuah kapal pesiar. Beliau dalam setahun mendapatkan kesempatan pulang ke rumah hanya sekali dua kali. Beliau ini termasuk orang yang gak neko-neko dan lurus. Saat ini beliau mati-matian untuk tidak berangkat berlayar lagi karena merasa sudah jenuh dengan kehidupan seperti itu. Tetapi dalam keluarga faktor ekonomi memang menjadi nomor satu, istri beliau (maaf..) kebetulan seorang ibu rumah tangga dan tidak bekerja. Bisa dibayangkan bahwa yang tadinya keluarga tersebut tiap bulannya menerima pendapatan puluhan juta rupiah dan tiba-tiba menukik tajam pendapatannya. Memang untuk seorang kepala rumah tangga (terutama yang istrinya tidak bekerja) untuk beralih profesi tidaklah semudah membalikkan telapak tangan terutama menyangkut masalah ekonomi. Harus dipersiapkan sebaik mungkin mengenai dana cadangan keluarga dan adanya usaha sampingan untuk menyokong keuangan keluarga.

Tulisan ini murni dari pendapat pribadi penulis yang sudah kurang lebih 5 tahun berkecimpung di dunia survey hidrografi/offshore. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya sebelumnya jika ada pihak-pihak yang merasa kurang berkenan setelah membacanya. Tulisan ini murni sebagai peringatan dan pengingat bagi penulis dan keluarga agar tidak mengikuti gaya hidup seperti itu. Dan semoga kita selalu diberi petunjuk dan jalan agar kita selalu dekat dengan Allah SWT, 

Amin… Wallahualam…. Singapore, 03122012….

Saturday, December 01, 2012

Artikel Bisnis: Terlalu Banyak Ide Membuat Bingung?

Sahabat..seringkali ketika kita berjalan – jalan, melamun sendirian atau bahkan ketika kita (maaf) sedang di kamar mandi, terbersit ide yang, kalau tidak unik, kreatif, biasanya juga terinspirasi oleh sesuatu yang baru saja kita lihat dan membuat kita tertarik. Baru saja melihat Butik yang rame dikunjungi orang, tahu – tahu kita ingin. Baru saja liat kedai bakso yang penuh sesak pengunjung, tahu – tahu kita ingin. Dan seterusnya. Hal ini normal, lantaran setiap hari konon otak memproduksi 6000 pikiran. Bisa dibayangkan. Tapi pernahkah kita sadar, saking seringnya kita berfikir, kadang kita overload ide, memiliki terlalu banyak ide. Terlalu banyak ide artinya terlalu banyak pertimbangan. Telalu banyak pertimbangan akibatnya: menunda action!! Menunda action, menurut saya adalah lampu merah. Gagal dan menang dalam usaha itu lumrah, yang penting actionnya. Orang yang action lalu gagal punya keuntungan karena ia telah mencoba, sedangkan orang yang belum action, akan selalu gagal (belum mencoba lalu otomatis gagal pula). Menunda boleh saja dengan catatan, ybs tetap fokus 1 ide, menunda untuk sementara waktu, dan punya rencana waktu yang pasti kapan akan mulai. Bagaimana agar segera action? Sadarilah bahwa semua ide itu baik. Oleh kawan saya yang jago Marketing (apa yang dipasarkannya selalu berhasil setahu saya), saya dinasihati: sebetulnya apapun produk kita, asal kita mau jualan, mengumumkan kepada orang apa produk kita dan apa manfaatnya dan harganya berapa, akan ada saja orang yang membeli. Ingat, kata dia, Narkoba saja laku! padahal sudah haram, membahayakan pula. Apalagi yang bermanfaat? Semua ide bisnis, saya yakin sekali 100 nilainya. Jangan terlalu banyak berfikir. Menimbang, menimbang dan menimbang. Bukankah untung dan rugi itu pasti adanya? tugas kita menyengajakan keuntungan kita lebih sering dari kerugian kita. Menimbang itu perlu, sekali lagi jangan lama – lama. Problem kita adalah terlalu lama menimbang. Jalan saja, namanya mencari jalan, maka harus berjalan dulu syaratnya. Kalau tidak jalan, jalan yang mana yang kita cari? tanya kenapa. Fokus ke tujuan. ini untuk menghindari hobi gonta-ganti bisnis. Cepat ekseksusi tapi cepat ganti usaha lain namanya ngawur. Ngawur itu berbeda dengan nekat. Untuk nekat, orang perlu keberanian. Tapi untuk Ngawur, orang tidak perlu apapun, karena memang ngawur. Nah, menjadi pilihan kita sekarang, segera merealasisakan waktu terbaik ide kita atau tetap menjadi pengumpul ide dan menimbang dan terus menimbang… Go Action…Take Double Action..