Monday, June 24, 2013

Sistematis Terbalik...



Ada (bukan teori sih) lebih tepatnya pemahaman baru dari diriku, bahwa kita harus memandang sesuatu hal itu dengan terbalik. Maksudnya kita harus mengerti dan paham dulu hasil akhir atau output yang ingin kita dapatkan kemudian baru kita kaji secara mundur bagaimana cara, proses dan tahapan kita untuk menghasilkan hasil akhir tersebut.

Sebagai contoh jika kita akan mendapatkan suatu proyek, kita harus faham dan mengerti akan hasil akhir proyek tersebut seperti apa, hal-hal apa saja yang ingin didapatkan, apa yang diinginkan Klien.
Baru untuk mendapatkan hasil seperti yang diinginkan itu, kita akan memakai metode apa, alat yang dipakai apa saja, SDM yang terlibat siapa saja yang kompeten, dan juga tentative waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Tentunya semua sesuai dengan spesifikasi teknis yang sudah disepakati. Barulah dari situ kita kaji mundur lagi seperti dasar teori yang  dibutuhkan sesuai pekerjaan, latar belakang masalah, kenapa harus dilakukan pekerjaan itu, dsb. 

Pemikiran seperti itu dimaksudkan agar kita dapat mempunyai acuan dan bekerja secara sistematis tidak secara serabutan (acak). Dan pekerjaan kita dapat berjalan efektif dan efisien tidak ngelantur kemana-mana. Hal-hal yang tidak perlu, yang kira-kira tidak mendukung tercapainya hasil akhir tadi (biarpun hal itu bagus) tidak usah kita kerjakan karena hanya akan memperlambat system kerja kita dan bisa jadi hasil akhirnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan. 

Begitu juga dengan kehidupan dan karir pekerjaan kita. Kita harus bisa memandang jauh kedepan. Kita harus tahu/paling tidak mempunyai gambaran dan angan-angan (misal) di umur tertentu katakan (40 tahun) kita ingin menjadi apa dan memiliki kehidupan dan pekerjaan seperti apa. Kemudian umur 50 tahun bagaimana, kapan kita akan memutuskan pensiun, setelah pensiun mau ngapain. Tentunya sasaran kita harus realistis, relevan dan  berhubungan dengan keadaan kita sekarang ini. Dan semuanya tidak bisa diukur hanya secara materi saja.

Sebagai contoh : seorang field engineer (30 tahun) yang bekerja di tengah laut, dia sering meninggalkan keluarganya untuk bekerja di tengah laut, jauh dari daratan dan komunitas social. Sebagai benefitnya dia digaji sangat besar oleh perusahaannya (karena memang resiko dan lingkungan bekerjanya). Sebenarnya dia tidak terlalu enjoy dengan pekerjaannya itu apalagi sering jauh meninggalkan keluarga. Dia berpikiran untuk mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya dalam waktu 10 tahun kedepan dan berencana berhenti bekerja dan mengembangkan bisnis tertentu. Bisnis yang ingin digelutinya itu sebenarnya adalah bisnis yang dia tidak menguasainya, hanya melihat bahwa prospeknya saat ini sedang cerah. Dan juga tidak ada keluarganya yang benar-benar ahli dan mumpuni menjalankan bisnis tersebut. Sehingga sewaktu dia ingin berhenti dan menjalankan bisnis tersebut, bisnisnya tidak berjalan dan lama kelamaan bangkrut. Diapun karena tidak punya keahlian lain mau tidak mau kembali bekerja di laut.

Seharusnya jauh-jauh hari jika dia ingin menjalankan bisnis tersebut dia harus tahu siapa pangsa pasar dari produknya. Apakah produknya bisa laku, apakah ada relasi , keluarga atau kerabat yang benar-benar menguasai bisnis tersebut dan bisa menjalankannya. Mungkin lebih baik jika dia mulai belajar manajemen dan marketing secara praktis dari keseharian dalam pekerjaannya. Dari situ dia bisa tahu apa yang dibutuhkan oleh pasar dan apa yang sesuai dengan keahliannya. Kemudian setelah dia cukup relasi dan kolega serta punya hubungan marketing yang baik barulah dia mencoba mengembangkan bisnis sesuai dengan minat, kemampuan dan yang lebih penting permintaan pasar.


No comments: