Barangkali banyak orang menimbang-nimbang kalau ingin menyumbang. Namun, pemilik Grup Mayapada Dato Seri Tahir malah bersikap sebaliknya. Dia berderma tanpa beban.
Dia sangat percaya tidak ada orang jadi miskin atau pengusaha bangkrut lantaran rajin beramal. "Belum pernah saya dengar orang berbuat sosial lalu bangkrut," kata Tahir saat ditemui Selasa siang lalu di kantornya, lantai 1 Bank Mayapada, Menara Mayapada.
Dengan jas hitam dibiarkan terbuka, Tahir menjawab semua pertanyaan soal kegiatannya sebagai filantropis.
Sebagai orang serba berkecukupan, beramal itu sebuah kewajiban atau kebutuhan?
Bagi saya keharusan sebagai bagian dari ibadah saya.
Apa yang membuat Anda termotivasi untuk terus berderma?
Saya
lahir di sebuah keluarga boleh dikatakan miskin karena orang tua saya
pembuat becak dan menyewakan becak. Jadi kita terima setoran tiap hari
dari penarik becak. Satu hari ada penarik becak tidak bayar setoran. Ibu
saya mengomel. Penarik becak itu lalu melempar ibu saya pakai batu dan
kepalanya bocor.
Waktu saya kecil, saya menyaksikan bagaimana
orang nggak mampu itu tertindas. Saya merasa orang tua saya, termasuk
keluarganya, diremehkan. Itu menjadi sebuah perasaan sangat mendalam.
Satu hari kalau saya mampu, saya akan bela yang lemah. Sampai hari ini
prinsip itu saya pegang teguh. Karena itu, saya berbuat sosial tidak ada
beban.
Dua tahun lalu saya rapat di Medan. Besok pagi-pagi saya
ke Singapura, putra saya balik ke Jakarta. Kita naik Alphard dan di
setopan terakhir saya lihat anak perempuan jual koran, tapi tidak menuju
mobil saya. Saya suruh sopir klakson supaya menarik perhatian dan dia
datang. Pikiran saya sederhana. Saya keluar uang Rp 20 ribu supaya pagi
itu dia dapat sarapan lumayan.
Masalahnya, dalam penerbangan saya ke Singapura, anak kecil itu terus
mengganggu pikiran saya. Sampai Singapura saya segera telepon pemimpin
cabang saya minta cari sopir tadi mengantar saya ke bandara. Lalu minta
sopir tadi cari anak perempuan penjual koran itu. Saya pesan tolong
kasihkan Rp 200 ribu supaya dia bisa beli satu pakaian layak.
Tiga
jam kemudian pemimpin banag bernama Julianan telepon saya. Kita sudah
ketemu anak kecil dan ibunya. Ternyata ayahnya baru meninggal sebulan
lalu karena sakit. Sehingga dia terpaksa berjualan koran. Kalau begini,
mulai sekarang tiap bulan kasih Rp 500 ribu. Anak itu jangan jual koran
lagi dan mulai hari ini (dua tahun lalu) sampai lulus SMA saya bayarin.
Artinya,
berbuat sosial itu tidak mengenal waktu dan tempat. Senin sampai
Minggu, Januari hingga Desember, sampai Tuhan bilang setop. Itu prinsip
hidup saya.
Apa pengalaman pertama paling berkesan membikin Anda berkomitmen akan terus berderma sampai akhir hidup saya?
Kita
mengalami dua krisis, 1997 konglomerat di negara kita rontok dan 2008,
konglomerat di Amerika jatuh. Artinya, Anda usaha 200 tahun bisa
bangkrut. Tapi pernah nggak lihat ada orang berbuat baik bangkrut. Nggak
pernah. Belum pernah saya dengar orang berbuat sosial lalu bangkrut.
Bill
Gates tinggalkan Microsoft dan dia sudah keluarkan US$ 30 miliar, masih
jadi orang terkaya. Artinya, pengusaha bisa bangkrut, sukses bisa
jatuh, tapi orang berbuat amal tidak pernah bisa bangkrut.
Saya
tidak percaya orang beramal Rp 100 ribu nanti bisa dapat Rp 500 ribu.
Karmanya adalah bisa saya diberi kesehatan, keluarga kita harmonis, anak
saya lebih mudah cari makan, anak-anak jadi orang baik semua.
Saya belum pernah dengar orang banyak beramal bisa bangkrut.
Apakah Anda punya kegiatan amal harian?
Saya
takut nanti dianggap pamer. Artinya, beramal itu tidak henti-henti
sampai Tuhan bilang setop. Selama Tuhan masih kasih kita napas, kita
kerjakan terus semampu kita.
Sebagai filantropis, apa mimpi terbesar sudah Anda capai dan yang belum Anda raih?
Waktu
saya bekerja sama dengan Bill Gates, duta besar Indonesia untuk UEA
tanya saya hari ini Anda kehilangan uang, apa perasaan Anda? Saya bilang
mimpi saya dari kecil ingin berbuat sesuatu dan hari ini tercapai. Itu
karena begitu besarnya Tuhan sayang sama saya. Saya dikasih kesempatan
untuk berbuat baik, kalau nggak saya akan berbuat jahat.
Kalau
saya meninggal, saya ingin melihat anak-anak saya adalah orang baik,
bermartabat, dan berkarakter. Kedua, saya mau melihat hidup rakyat
Indonesia baik sedikit.
Apakah pernah ada tawaran masuk pemerintahan?
Nggak
pernah. Saya bukan ahli birokrasi. Saya ini orang Surabaya pasaran,
bukan keturunan keluarga ningrat elegan, saya mungkin nggak cocok di
birokrasi. Saya adalah staf khusus di Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat.
Bagaimana ceritanya Anda bisa ikut menyumbang hingga US$ 100 juta?
Setahun
lalu ada tamu datang dan dia bilang dia dari Bill Gates Foundation. Dia
bilang ingin cari rekan dari Indonesia. Dia bersedia 70 persen untuk
Indonesia dan sisanya untuk seluruh dunia. Setelah ngobrol-ngobrol saya
setuju.
Dia kaget saya bilang bakal menyumbang US$ 100 juta dalam
lima tahun. Sebulan kemudian Bill Gates menyurati saya dan setuju. Lalu
April lalu kita tanda tangan kerja sama di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab,
disaksikan duta besar kita.
Dengan harta US$ 1,7 miliar
dan menjadi orang terkaya nomor 12 di Indonesia dan 1.068 di dunia,
apakah Anda puas dengan pencapaian ini?
Menurut saya,
kekayaan itu tidak hanya tertuju pada deposito atau uang Anda pegang.
Saya selalu percaya kekayaan itu ialah juga integritas, intelektualitas,
kepribadian mulia, karakter baik, keluarga harmonis, kesehatan. Itu
adalah satu kesatuan.
Kekayaan itu seperti sebuah senjata.
Senjata di tangan orang baik untuk bela negara. Di tangan orang tidak
baik buat merampok. Bukan pula soal jumlah kekayaan tapi bagaimana Anda
memanfaatkan kekayaan itu dengan baik. Itulah seninya.
Apa kelebihan Anda miliki sehingga Anda bisa menjadi pengusaha sukses?
Saya
orangnya super disiplin. Tiap hari saya bangun jam 5.30. Saya selesai
baca 7-8 koran internasional dan domestik, Indonesia, Inggris, dan
Mandarin, pukul 6.30. Selama 6.30-7.30 saya mulai merenungkan apa yang
saya lakukan kemarin dan apa akan saya kerjakan hari ini. Jam 8 saya
sudah keluar dari rumah.
Malam saya tidak keluar. Saya tidak ke
klub malam, makan di restoran. Saya pulang dan makan bareng keluarga.
Lalu jam 8 saya tonton televisi selama dua jam kemudian tidur. Hidup
saya datar, saya super disiplin.
Kedua, waktu saya menang
Enterpreneur of the Year 2011 dari Ernst and Young, saya bilang dalam
pidato saya adalah pendaki gunung. Tidak ada gunung tidak berani saya
daki. Saya mendaki dari satu pun cak ke puncak lainnya hingga Tuhan
mengatakan saya harus berhenti.
Artinya tiap hari saya
memperbaiki diri dengan membaca, bergaul, kerja sosial, dan beribadah.
Saya ingin terus mencapai puncak lebih tinggi. Saya tidak pernah lengah.
Kalau waktu bisa diulang, Apa ingin Anda lakukan?
Saya
akan berbuat lebih banyak untuk orang tua saya. Ada masa-masa kita
bodoh dan terlewatkan, tapi Allah cipta manusia memang tidak ada yang
sempurna. Di dalam ketidaksempurnaan itulah kita beribadah. Supaya kita
sadar kesempurnaan itu milik Tuhan.Kalau saya sempurna, saya akan
sombong, saya akan tidak tahu diri.
Waktu ke Sinabung, saya mau
menangnis. Ternyata hidup saya di Jakarta sudah wah. Ternyata ada
sebagian kelompok manusia di belahan pulau lain hidup mereka belum
jelas,
tergantung bantuan.
Saya harus jadi orang tahu diri,
tidak rakus, bersyukur. Kalau kita hidup dalam kemewahan, kita bisa lupa
diri. Kita perlu kejadian mengingatkan kita.
Kalau dihidupkan
kembali, saya tetap mau dilahirkan dari anak tukang becak. Saya bangga
punya orang tua benar meski dia miskin. Saya tetap akan menikahi istri
sekarang karena bagi saya dia adalah paling sempurna. Saya akan tetap
menjalani hidup sama.
Ketika krisis 1998, banyak
perusahaan bangkrut, namun Grup Mayapada berhasil bertahan dan sukses
sampai sekarang. Apa resep khususnya?
Tidak ada resep
khusus. Bukan karena kepintaran saya. Bank Mayapada waktu itu
konservatif, kita tidak main valuta asing. Kita tidak kena imbas. Karena
saya bodoh, saya diselamatkan.
Diambil dari : https://id.berita.yahoo.com/tidak-pernah-ada-orang-dermawan-jatuh-miskin-225748191.html
No comments:
Post a Comment