Ada hal yang menarik dengan
perjalanan survey saya kali ini, walaupun ada hal yang dikorbankan terkait
dengan urusan keluarga. Saat diberitahu oleh atasan bahwa saya akan berangkat
survey di Ternate bersama seorang teman, tidak ada sesuatu yang istimewa. Mengingat
saya sudah melakukan pekerjaan seperti ini selama lebih dari 6 tahun, jadi
sebetulnya pekerjaan seperti bukan sesuatu hal yang menarik lagi. Satu-satunya
alasan yang menyemangati saya yaitu karena saya belum pernah mengunjungi
Ternate sebelumnya dan volume pekerjaannya yang relative sedikit dan bisa diselesaikan dalam dua-tiga hari.
Singkat kata berangkatlah kami ke
Ternate dan dengan keyakinan bahwa pekerjaan dapat diselesaikan dalam dua-tiga
hari yang berarti akhir pekan kami sudah bisa kembali dan saya bisa menghadiri
acara perlombaan yang diikuti Nando, putra saya, hari sabtunya. Hari pertama kami kerja di
lapangan diisi dengan instalasi alat survey di atas kapal. Kapal yang digunakan
adalah kapal kayu nelayan biasa yang ditutup atap dari terpal. Tidak ada yang
istimewa karena saya sudah melakukan pekerjaan seperti itu puluhan kali. Kapal
tersebut mempunyai dua awak kapal, sebut saja Bang Udin sebagai nakhoda dan Pak
Man sebagai asistennya. Bang Udin masih muda mungkin sekitar beberapa tahun
diatas kami. Tidak ada yang istimewa dari penampilan mereka berdua. Seperti
kebanyakan orang kapal dan orang daerah timur, yang identik dengan (maaf) kulit
yang gelap karena terbakar matahari dan rambut yang pendek ikal cenderung
keriting. Satu-satunya yang menggilitik buat saya yaitu sewaktu teman saya
bilang bahwa Bang Udin itu sedang menyelesaikan pendidikan masternya sekarang.
Dalam hati saya langsung bilang “Ah masak sih, nelayan punya pendidikan yang
tinggi”.
Setelah kegiatan instalasi
peralatan tersebut, hari berikutnya dilakukan operasional survey di lokasi. Setelah
sempat berjalan lancar, alat yang kami gunakan mengalami masalah dan perlu
pengecekan. Setelah dilakukan pengecekan oleh teman engineer kami, ternyata
alat tersebut memerlukan penggantian komponen yang harus didatangkan dari
Jakarta. Saya langsung lemas mendengarnya karena berarti saya harus tinggal
lebih lama di Ternate dan tentu saja melewatkan acara perlombaan Nando. “ Yah memang
seperti ini resiko pekerjaan di lapangan, kita tidak pernah tahu apa yang akan
terjadi”.
Beberapa malam kemudian, saat
kami mencoba memperbaiki alat yang rusak tersebut di kapal. Kami diantar dan
ditemani oleh Bang Udin. Setelah membantu teman engineer saya dan kelihatannya
dia serius mengotak-atik alat yang rusak, saya memilih duduk di haluan kapal
menemani Bang Udin yang sedang merokok sendirian. Iseng-iseng saya membuka
pertanyaan yang dari kemarin mengganjal di benak.
“Bang, ini sangat menarik buat
saya bang, setelah sekian lama saya survey di lapangan baru kali ini saya
menemukan orang kapal yang pendidikannya master, bahkan saya aja kalah nih”.
“Gimana bang ceritanya bisa
seperti itu”.
Bang Udin hanya tertawa kecil
“Ceritanya panjang..” Katanya.
“Wah bisa sampe pagi dong
dengerinnya, hehe..” Kata saya.
Akhirnya dia membuka cerita, “Jadi
gini, kami ini dari kecil hidupnya sudah seperti ini, hidup di laut, bantu cari
ikan, bawa kapal”.
“Terus saya kuliah di UnKhaer
Ternate ambil jurusan manajemen perikanan”, Katanya dengan logat timur yang
kental. “Setelah lulus kuliah kemudian saya nikah, yang namanya sudah nikah
laki-laki harus punya kerjaan tho”, tambahnya. “Kemudian saya sama istri pergi
ke Morotai buat daftar test PNS, tapi istri saya yang masuk, saya masih kerja
cari ikan, bawa kapal, antar penumpang, apa ajalah”.
“Setelah itu ada penerimaan
pegawai Bank Danamon di Ternate, saya ikut mendaftar dan diterima”. “Saya
ditempatkan sebagai kepala unit di Morotai”, tambahnya.
Setelah berapa lama ada kabar
dari teman satu angkatan dia waktu kuliah dulu. Dia bilang “kamu mau sekolah
lagi?”, saya jawab “maulah kalo ada kesempatan”.
“Kalau kamu mau nanti kita cari
beasiswa, nanti kita bikin proposal buat mendaftarnya”, akhirnya tanpa
disangka-sangka dia ketrima beasiswa master di universitas di Manado.
“Saya bingung waktu itu
mas”,katanya “disatu sisi saya sudah jadi kepala unit di Bank Danamon Morotai,
tapi sebetulnya saya gak betah kerja di belakang meja, saya lebih pilih kerja
di laut seperti dulu”.
“Akhirnya saya bicara sama istri
kalo saya dapat tawaran beasiswa di Manado, akhirnya istri saya bilang ‘Ya
sudah ambil saja, biar saya jaga anak-anak disini’, katanya”.
Dalam hati saya langsung berkata
luar biasa istrinya abang ini, mendukung sepenuhnya cita-cita suami untuk masa
depan walaupun harus meninggalkan kehidupan yang sudah nyaman sekarang.
Bang Udin melanjutkan ceritanya,
“Begitulah mas, akhirnya saya berangkat ke Manado untuk melanjutkan kuliah,
saya ambil jurusan master penangkapan ikan”.
Saya kemudian bertanya, “Terus ke
depannya gimana bang, apakah sudah ada gambaran mau ngapain setelah lulus
kuliah?”.
“Jujur saja belum ada”, timpalnya
sambil tertawa, “Katanya di Morotai akan dibuka universitas Pasifik, mungkin
saya mo nglamar jadi dosen disana nanti”.
Memang kita tidak bisa
memprediksi dan mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan, dan idealnya
memang jangan selalu banyak berpikir dan risau tentang apa yang akan terjadi di
masa depan, karena itu murni rahasia Allah. Yang harus kita lakukan adalah
selalu berpikir di masa sekarang, mengambil peluang dan kesempatan yang sudah
pasti ada di depan mata, tidak berangan-angan, disamping selalu berusaha dan
tentu saja berdoa agar diberi jalan yang terbaik untuk masa depan.
Kisah nyata diatas menjadi
pelajaran yang sangat berharga buat saya karena betapa seorang anak pantai dari
daerah timur mempunyai keinginan dan usaha yang luar biasa untuk maju dan
mengejar pendidikan tinggi. Hal yang mungkin tidak terbayangkan untuk
orang-orang nelayan yang lain. Betapa dia rela meninggalkan jabatan yang nyaman
dan mungkin karir yang akan bagus di sebuah bank hanya untuk mengejar
pendidikan tinggi. Dan yang terakhir adalah dukungan yang luar biasa dari sang
istri yang tidak menyalahkan keputusan suami tetapi malah mendukung penuh
dengan rela berkorban hidup berjauhan dengan suami selama kuliah dan bekerja
keras menjaga kedua anaknya sendirian disamping tanggung jawabnya sebagai
seorang guru di Morotai.
Sampai jumpa Bang Udin, saya
yakin orang seperti abang bakal meraih sukses di masa depan. InsyaAllah kalo
ada umur dan rizki kita pasti akan ketemu lagi.
Ternate, 17 Maret 2014
No comments:
Post a Comment