Ada kisah menarik mengenai judul diatas. Profesi
saya sejauh ini menyebabkan saya banyak berhubungan dengan kehidupan pelaut.
Sering saya mengamati, beriteraksi dan sharing dengan orang-orang dengan
profesi tersebut. Berbicara mengenai uang tentunya bukan hal masalah bagi
mereka. Seorang 2nd officer di sebuah kapal survey asing katanya bisa
mendapatkan sampai 50-70 juta rupiah setiap bulannya. Mereka rata-rata dalam
setahun bisa bekerja di kapal selama 9-10 bulan dan hanya 3 bulan berada di
rumah. Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan seperti itu, tentunya berdampak
terhadap keluarga dan anak-anak. Saya yakin setiap lelaki yang normal tidak
akan ada yang mau jika disuruh memilih untuk berprofesi seperti itu. Tetapi
mungkin karena mereka memang memiliki background pendidikan ke arah sana jadi
mau tidak mau ya harus menjalani profesi seperti itu sekarang.
Dengan gaji sebesar itu dan untuk biaya hidup
keluarga di Indonesia bahkan kebanyakan keluarga mereka tinggal di daerah,
tentunya sudah sangat-sangat berlebih jika untuk konsumsi sehari-hari dan
seharusnya ada banyak uang sisa yang bisa ditabung atau diinvestasikan. Tetapi
kenyataanya, karena sudah terbiasa dengan pendapatan yang sangat besar itu
mengakibatkan gaya hidup keluarga juga ikut tinggi.
Disinilah peran kepala keluarga sebagai pencari
nafkah dan peran istri yang mengelola keuangan keluarga sangatlah penting. Jika
suami-istri dengan pendapatan yang sangat besar tersebut bisa menerapkan gaya
hidup yang wajar dan bisa mengalokasikan dana untuk investasi ataupun usaha
sampingan maka suaminya bisa mencari pekerjaan yang lain atau bisa merencakan
untuk berhenti menjadi pelaut.
Saya pernah ngobrol dengan seorang 2nd officer
sebuah kapal survey asing, Beliau berencana mengambil sekolah lagi untuk naik
menjadi ANT 2. Beliau berkata jika mengambil sekolah lagi selama kurang lebih
satu tahun maka beliau akan kehilangan 700juta rupiah karena tidak bekerja
(bisa dibayangkan dalam waktu sekitar 10 bulan di kapal maka perbulannya
gajinya sekitar 70juta rupiah,….wuihhhh) tetapi jika beliau mengambil sekolah
tersebut maka gaji beliau bisa naik sekitar 400juta rupiah setiap tahunnya.
Masalahnya ada pada biaya hidup keluarga, beliau mengirim uang ke istri
berkisar 50-60juta perbulan. Uang saku anak-anaknya pun dikasih 5juta perbulan.
Benar-benar pengeluaran bulanan yang sangat besar. Beliau berkata untuk
meneruskan sekolah yang berarti kehilangan pekerjaan sementara selama setahun,
harus mempersiapkan minimal 500juta rupiah untuk keperluan keluarga setahun
selama dia tidak bekerja. Yang berarti pengeluaran keluarga dalam sebulan sekitar
40juta rupiah. Luar biasa…
Kehidupan para pelaut identik dengan kehidupan
negatif (maaf sebelumnya…) walaupun tidak semuanya. Tetapi selama pengamatan
saya mereka memang mudah berhubungan dengan kehidupan seperti itu. Kehidupan
yang tidak mengikuti ajaran agama, minuman, perempuan dan hal-hal jelek
lainnya. Walaupun secara materi mereka lebih dari cukup tetapi secara moral dan
agama bisa dibilang berbanding terbalik. Tetapi sekali lagi tidak semua seperti
itu, ada juga pelaut yang tetap rajin menjalankan shalat, bahkan saya pernah
menemui seorang barge master yang notabene pelaut juga tetapi sudah
melaksanakan ibadah haji, Subhanallah…
Andaikata mereka tetap dekat dengan Tuhan, rajin
melaksanakan ajaran agama, tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang
agama. Paling tidak mereka bisa dibukakan petunjuk dan jalan agar bisa
menggunakan materinya secara bijak. Karena menurut penulis gaji besar yang
didapat adalah sebanding dengan pengorbanan waktu dan tempat karena tidak bisa
mendampingi dan berkumpul dengan keluarga dan anak-anaknya setiap hari. Jika
kita tidak bijak dan pintar mengelola keuangan hal tersebut seperti lingkaran
setan yang susah bagi kita untuk keluar dari lingkaran tersebut.
Ada tetangga penulis yang sebelumnya bekerja di
sebuah kapal pesiar. Beliau dalam setahun mendapatkan kesempatan pulang ke
rumah hanya sekali dua kali. Beliau ini termasuk orang yang gak neko-neko dan
lurus. Saat ini beliau mati-matian untuk tidak berangkat berlayar lagi karena
merasa sudah jenuh dengan kehidupan seperti itu. Tetapi dalam keluarga faktor
ekonomi memang menjadi nomor satu, istri beliau (maaf..) kebetulan seorang ibu
rumah tangga dan tidak bekerja. Bisa dibayangkan bahwa yang tadinya keluarga
tersebut tiap bulannya menerima pendapatan puluhan juta rupiah dan tiba-tiba
menukik tajam pendapatannya. Memang untuk seorang kepala rumah tangga (terutama
yang istrinya tidak bekerja) untuk beralih profesi tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan terutama menyangkut masalah ekonomi. Harus dipersiapkan sebaik
mungkin mengenai dana cadangan keluarga dan adanya usaha sampingan untuk
menyokong keuangan keluarga.
Tulisan ini murni dari pendapat pribadi penulis
yang sudah kurang lebih 5 tahun berkecimpung di dunia survey
hidrografi/offshore. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya sebelumnya jika
ada pihak-pihak yang merasa kurang berkenan setelah membacanya. Tulisan ini
murni sebagai peringatan dan pengingat bagi penulis dan keluarga agar tidak
mengikuti gaya hidup seperti itu. Dan semoga kita selalu diberi petunjuk dan
jalan agar kita selalu dekat dengan Allah SWT,
Amin… Wallahualam…. Singapore, 03122012….